PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mencatatkan penurunan laba bersih hingga 63,9% dalam sembilan bulan tahun ini. Dalam laporan keuangan bank pelat merah ini, tercatat laba bersih kuartal III-2020 hanya Rp 4,32 triliun. Penurunan laba disebabkan mitigasi atas risiko memburuknya kualitas kredit.
"Penurunan ini merupakan bagian dari upaya BNI untuk memperkuat fundamental keuangan bank dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi di masa mendatang," kata Direktur Bisnis Konsumer BNI Corina Leyla Karnalies dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (27/10).
Ia menjelaskan penguatan fundamental keuangan tesebut dengan melakukan pembentukan pencadangan yang lebih konservatif. Sehingga rasio kecukupan pencadangan atau coverage ratio hingga September 2020 berada pada level 206,9% lebih besar dibandingkan tahun lali 159,2%.
Berdasarkan nilainya, provisi yang menggerus profitabilitas BNI itu mencapai Rp 13,97 triliun. Angka ini naik hingga 157,4% dibandingkan dengan Rp 5,43 triliun per September 2019. Padahal, sebelum dipotong provisi, laba BNI mencapai Rp 19,98 triliun, atau hanya turun 2,7% dari Rp 20,54 triliun di tahun lalu.
Peningkatan cadangan dilakukan karena kualitas kredit yang turun, seperti tercermin dalam rasio kredit seret alias non-performing loan (NPL). Pada triwulan III 2020, NPL gross BNI berada di level 3,6%. Sedangkan pada triwulan III 2019 ada di level 1,8%.
Penurunan laba bersih BNI juga disebabkan pendapatan yang sedikit turun. Tercatat, pendapatan bunga bersih hingga triwulan III 2020 turun 0,8% menjadi Rp 26,64 triliun. Namun penurunan ini dapat diimbangi dengan upaya penurunan beban bunga hingga 8,0%. Sehingga net interest margin (NIM) hingga triwulan III 2020 mencapai 4,3%.
Dari sisi pendapatan non bunga (Fee Based Income), BNI mencatatkan pertumbuhan 7,2% secara tahunan, menjadi Rp 8,71 triliun.
Dana pihak ketiga (DPK) juga tumbuh 21,4% menjadi Rp 705,1 triliun. Upaya menghimpun DPK dilakukan dengan memprioritaskan dana murah (CASA) agar dapat terus menekan beban biaya dana (cost of fund). Saat ini CASA BNI berada pada level 65,4%, dengan cost of fund 2,86% yang membaik dibandingkan tahun lalu 3,24%.
"DPK tersebut menopang penyaluran kredit BNI yang tumbuh 4,2% secara year on year, dari Rp 558,7 triliun pada triwulan III 2019, menjadi Rp 582,4 triliun pada triwulan III 2020," kata Corina.
Corina menjelaskan hingga triwulan III 2020 total kredit yang disalurkan BNI senilai Rp 582,38 triliun, mampu tumbuh hingga 4,2% dari periode sama tahun lalu. Salah satu penopang pertumbuhan kredit ini adalah sektor korporasi swasta yang naik 10,4% menjadi Rp 199,99 triliun.
Dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19, BNI secara aktif melakukan restrukturisasi kredit terhadap debitur yang berkinerja baik, tapi bisnisnya terdampak Covid-19. Hingga akhir September 2020, BNI telah memberikan restrukturisasi kredit sebesar Rp 122,0 triliun atau 22,2% dari total pinjaman yang diberikan, kepada 170.591 debitur.
Selain itu, BNI juga mendukung upaya pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui optimalisasi penempatan dana dari pemerintah dalam bentuk penyaluran pinjaman modal kerja pada pelaku usaha.
Pada tahap pertama, pemerintah telah menempatkan dana sebesar Rp 5 triliun, kemudian pada 24 September 2020 kembali memberikan tambahan penempatan sebesar Rp 2,5 triliun. Hingga 20 Oktober 2020, BNI telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp 21,1 triliun, yang mayoritas (70%) disalurkan pada segmen kecil terutama melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
BNI Menargetkan pertumbuhan kredit hingga akhir tahun ini di kisaran 2% sampai 4% dibandingkan 2019 lalu. Target kualitas kredit alias NPL ada di level 3,7% hingga 4,5%. Sementara, target net interest margin diperkirakan ada di level 3,7% hingga 4%.