Investasi Saham Turun, Laba Bersih Perusahaan Sandiaga Uno Anjlok 82%
PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) mencatat laba bersih Rp 1,19 triliun pada sembilan bulan pertama 2020. Laba perusahaan milik Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya ini anjlok hingga 82,9% dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp 7 triliun seiring penurunan investasi pasar saham.
Hingga September 2020 perseroan mendapat keuntungan investasi sebesar Rp 651,64 miliar, turun tajam 88,87% dibandingkan periode yang sama 2019 senilai Rp 5,85 triliun. Penurunan laba bersih tersebut sebagian besar disebabkan oleh ajloknya nilai investasi saham dan efek ekuitas.
Seperti diketahui, indeks harga saham gabungan (IHSG) yang sejak awal tahun hingga penutupan perdagangan 30 September 2020 terkontraksi 22,69% ke level 4.870,04. Titik terendah IHSG terjadi pada penutupan perdagangan 24 Maret 2020 di level 3.937,63 atau melemah 37,49% dibanding posisi akhir 2019.
Portofolio investasi saham Saratoga saat ini terdiri dari tiga segmen utama, yaitu infrastruktur, sumber daya alam, dan produk konsumen. Namun, hingga triwulan III 2020 keuntungan investasi saham ketiganya turun tajam, bahkan ada yang mencatat kerugian.
Seperti di sektor infrastruktur, investasi saham Saratoga anjlok hingga 80,26% dari Rp 3,75 triliun menjadi Rp 740,63 miliar.
Pada segmen ini, Saratoga memiliki 34% saham PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG). Lalu investasi saham di PT Nusa Raya Cipta Tbk. (NRCA) sebesar 7,12% dan beberapa perusahaan non publik lainnya. Harga saham Tower Bersama sepanjang tahun ini hingga September 2020 naik 8,54% menjadi di harga Rp 1.335 per saham.
Pada sektor sumber daya alam, keuntungan bersih Saratoga pun turun 79,39% menjadi hanya Rp 516,94 miliar dari Rp 2,5 trililun hingga kuaartal III tahun sebelumnya.
Pada segmen sumber daya alam, Saratoga tercatat memiliki sejumlah portofolio saham di beberapa perusahaan, seperti PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sebesar 15,18% saham. Sejak awal tahun hingga saat ini, saham Adaro turun hingga 27,01% menjadi Rp 1.135 per saham.
Emiten ini juga memiliki saham di perusahaan pertambangan emas, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) sebesar 19,13%. Sejalan dengan kecenderungan kenaikan harga emas selama pandemi, saham Merdeka Copper hingga triwulan III 2020 meroket hingga 50,93%.
Pada segmen usahanya yang lain, yakni produk konsumen, investasi perseroan masih merugi Rp 677,62 miliar. Nilai kerugian ini meningkat dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 541,34 miliar.
Saratoga mengguasai 52,21% saham di perusahaan bidang otomotif, PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX) dan PT Aneka Gas Industri Tbk. (AAGI) sebesar 8,39%. Adapun kinerja saham MPMX di bursa sejak awal tahun ini hingga September 2020 turun 41,95% menjadi Rp 386 per saham.
Penurunan kinerja MPMX sejalan dengan lesunya pasar otomotif selama pandemi Covid-19. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memperkirakan pasar otomotif akan lesu hingga akhir tahun dengan estimasi penjualan hanya sekitar 600 ribu unit kendaraan.
Selain dari menurunnya keuntungan dari investasi, laba bersih Saratoga juga ikut tertekan karena penghasilan dari pembagian dividen, bunga, dan investasi perseroan menyusut 60,34%. Sehingga, perusahaan hanya mendapatkan keuntungan dari pos tersebut sebesar Rp 658,99 miliar, turun drastis dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 1,66 triliun.
Kerugian atas selisih kurs dengan nilai bersih Rp 132,69 miliar juga menekan profitabilitas perusahaan. Sedangkan pada triwulan III 2019, perusahaan turut mencatat keuntungan selisih kurs dengan nilai bersih Rp 38,35 miliar.
Meski demikian, perseroan mampu menekan sejumlah komponen beban seperti beban usaha, beban lainnya dan beban bunga. Alhasil, Grup ini mencatat laba sebelum pajak Rp 826,14 miliar per September 2020, turun hingga 88,42% dibandingkan September 2019 yang senilai Rp 7,13 triliun.
Perusahaan juga mampu menekan beban pajak penghasilan sekitar 77% menjadi Rp 6,31 dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebesar Rp 27,18 miliar, hingga akhirnya mencatat laba tahun berjalan Rp 1,19 triliun.
Manajemen Saratoga menjelaskan, pandemi Covid-19 yang dimulai pada Maret 2020, mempengaruhi kegiatan bisnis dan investasi. "Situasi ini mungkin telah mengalihkan perhatian global, termasuk Indonesia, kegiatan bisnis dan ekonomi," kata manajemen Saratoga dalam keterangannya, dikutip Kamis (29/10).
Manajemen akan terus memperhatikan perkembangan Covid-19 dan bereaksi cepat mengantisipasi dampaknya terhadap posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan.
"Penilaian ini masih dalam proses dan hingga tanggal laporan keuangan ini, manajemen belum mengidentifikasi adanya dampak material terhadap posisi keuangan dan hasil operasi Perusahaan," tulis keterangan tersebut.
Sementara mengutip situs Bursa Efek Indonesia (BEI), Sandiaga Uno tercatat memiliki 21,51% saham perseroan, Edwin Soeryadjaya 33,1%, PT Unitras Pertama 32,7% dan pemegang saham lainnya dengan kepemilikan di bawah 5%.