Kinerja Garuda Terpukul Pandemi: Utang Bengkak 2,7 Kali, Rugi Rp 15 T

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/aww.
pesawat Garuda Indonesia Airbus A330-900neo bercorak khusus yang menampilkan visual masker pada bagian moncong pesawat di Hanggar GMF AeroAsia Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (1/10/2020). Pemberian gambar masker pada pesawat merupakan dukungan Garuda Indonesia terhadap program edukasi pemerintah melalui kampanye 'Ayo Pakai Masker'.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
6/11/2020, 12.45 WIB

Pandemi Covid-19 membuat kinerja PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA)  makin terpuruk. Maskapai penerbangan milik pemerintah tersebut harus menanggung kerugian senilai US$ 1,07 miliar atau setara Rp 15,34 triliun hingga triwulan ketiga 2020 (asumsi kurs: Rp 14.280 per dolar).

Berdasarkan laporan keuangan Garuda yang dirilis melalui keterbukaan informasi, Kamis (5/11), kinerja kuartal ketiga  2020 berbanding terbalik dengan raihan profit periode yang sama tahun lalu. Garuda mampu meraih laba bersih US$ 122,42 juta atau Rp 1,74 triliun pada triwulan ketiga 2019.

Penurunan kinerja tersebut disebabkan pendapatan usaha Garuda yang anjlok. Hingga akhir September 2020, Garuda hanya mampu mengantongi pendapatan senilai US$ 1,13 miliar, turun hingga 67,85% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu senilai US$ 3,54 miliar.

Pendapatan Garuda mayoritas masih didominasi dari penerbangan berjadwal, senilai US$ 917,28 juta pada triwulan III 2020. Masalahnya, pendapatan penerbangan berjadwal ini anjlok hingga 67,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$ 2,79 miliar.

Penerbangan berjadwal tersebut penerbangan penumpang serta kargo dan dokumen. Dari penumpang, Garuda hanya mampu mengantongi pendapatan US$ 736,51 juta, turun hingga 71,14% secara tahunan. Sementara, pendapatan dari pengiriman kargo dan dokumen US$ 180,77 juta atau turun 25,89% secara tahunan.

Pendapatan Garuda dari bisnis penerbangan tidak berjadwal hingga triwulan III 2020 juga turun hingga 81,22% menjadi US$ 46,92 juta. Penurunan akibat tidak adanya pendapatan dari penerbangan haji tahun ini. Padahal tahun lalu ada pendapatan US$ 240,16 juta dari aktivitas ibadah umat muslim ini.

Seluruh pendapatan dari penerbangan tidak berjadwal ini, disumbang dari aktivitas sewa pesawat Garuda sepanjang sembilan bulan tahun ini. Pendapatan sewa pesawat tercatat mengalami kenaikan hingga 381,15% dibandingkan periode sama tahun lalu senilai US$ 9,75 juta saja.

Penurunan pendapatan Garuda juga terjadi pada aktivitas pemeliharaan dan perbaikan pesawat pada triwulan III 2020 sebesar 59,58% secara tahunan menjadi hanya US$ 70,18 juta saja. Pendapatan dari pelayanan terkait penerbangan juga mengalami penurunan hingga 47,75% secara tahunan menjadi US$ 35,8 juta.

Dari sisi aset, Garuda mencatatkan total aset senilai US$ 9,9 miliar per akhir September 2020, angkanya naik dari akhir Desember 2019 yang senilai US$ 4,45 miliar. Kenaikan ini berasal dari total aset tidak lancar yang senilai US$ 9,19 miliar, naik dari US$ 3,32 miliar. Padahal, aset lancar garuda tergerus menjadi US$ 714,33 juta dari US$ 1,13 miliar.

Utang Garuda Membengkak

Tak hanya profitabilitas yang buruk, total liabilitas Garuda per akhir September 2020 pun mengalami kenaikan menjadi US$ 10,36 miliar, dibandingkan US$ 3,73 miliar pada akhir Desember 2019. Kenaikan paling besar terjadi pada liabilitas jangka panjang, dari US$ 477,21 juta menjadi US$ 5,66 miliar. Sementara, total liabilitas jangka pendek naik dari US$ 3,25 miliar menjadi US$ 4,69 miliar.

Tingginya catatan liabilitas jangka panjang terjadi karena sewa pembiayaan Garuda yang mencapai US$ 4,27 miliar per September 2020. Kemudian aktivitas transaksi sewa pesawat, mesin, bangunan, kendaraan, tanah dan perangkat keras ini, tercatat naik drastis dari hanya US$ 35,34 ribu per Desember 2019.

Total jumlah pembayaran sewa masa depan Garuda senilai US$ 6,04 miliar per September 2020 yang terdiri dari pembayaran dalam satu tahun senilai US$ 1,07 miliar, lebih dari satu tahun tapi tidak lebih dari lima tahun senilai US$ 3,59 miliar, dan lebih dari lima tahun senilai US$ 1,37 miliar.

Dalam laporan keuangan tersebut, manajemen Garuda menjelaskan telah mengajukan permohonan kembali perpanjangan penundaan pembayaran pokok pada 25 September 2020. Garuda meminta pembayarannya ditunda tiga bulan menjadi 31 Desember 2020.

"Sampai dengan tanggal 30 September 2020, pihak Export Development Canada sedang melakukan peninjauan kembali atas permohonan tersebut," kata manajemen Garuda.

Pada tahun ini pun, Garuda menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 yang menyebabkan kenaikan liabilitas sewa pembiayaan sebesar US$ 5,06 miliar.