Sinergi BRI, Pegadaian, dan PNM tak Hilangkan Kendali Pemerintah

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz
Logo baru Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
17/12/2020, 17.59 WIB

Rencana pemerintah pembentukan holding BUMN pembiayaan usaha ultra mikro dan UMKM, dinilai sudah sesuai dengan aturan mengenai penggabungan usaha perusahaan negara. Holding ini berisi Bank Rakyat Indonesia (BRI), Pegadaian, dan Permodalan Nasional Madani (PNM).

Di antara ketiga BUMN tersebut, BRI merupakan yang paling besar. Namun, Bank ini tidak sepenuhnya milik negara karena sebagian sahamnya sudah dijual di bursa efek. Sementara Pegadaian dan PNM masih sepenuhnya dipegang negara.

Pengamat Hukum Administrasi Negara Universitas Indonesia (UI), Dian Simatupang mengatakan rencana itu dinilai bukan privatisasi, jika dijalankan sesuai hukum dan ketentuan yang berlaku. Hak dan posisi pemerintah sebagai penguasa penuh, terjamin seperti dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016.

Beleid ini mengatur bagaimana negara harus melakukan penyertaan modal negara dalam bentuk saham. Sehingga, jika BUMN ingin bergabung atau terlibat holding dengan BUMN lainnya, perlu menggunakan dasar hukum PP tersebut.

“Nanti harus ditetapkan perubahannya dengan mekanisme sesuai isi Pasal 2A PP itu. Penggabungan bukan privatisasi, karena BUMN posisinya kan dijadikan anak perusahaan BUMN lain,” ujar Dian dalam siaran pers, Kamis (17/12).

Pasal 2A PP 72/2016 menyebutkan penyertaan modal negara berupa saham dilakukan pemerintah tanpa melalui mekanisme APBN. Bila saham negara pada sebuah BUMN dijadikan penyertaan untuk BUMN lain, maka status BUMN otomatis menjadi anak perusahaan. Negara wajib memiliki saham dwi warna yang hak istimewanya diatur dalam anggaran dasar.

Kekayaan negara yang menjadi penyertaan modal pada BUMN bertransformasi menjadi saham atau modal negara pada perusahaan terkait. Kemudian, kepemilikan saham negara pada BUMN, dicatat sebagai investasi jangka panjang sesuai dengan presentase kepemilikan pemerintah pada perusahaan itu.

Dian menegaskan, PP 72 telah mengatur secara detail tata cara pembentukan holding BUMN agar tidak menghilangkan kendali negara atas perusahaan yang terlibat. "Ada di PP tersebut semua cara-caranya penggabungan BUMN satu dengan yang lain,” katanya.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Satria Aji Imawan juga menilai positif rencana pembentukan holding BUMN ini. Menurutnya, tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, tapi juga berpeluang menghadirkan pemerataan pertumbuhan bagi masyarakat.

Menurutnya, perlu ada satu pintu masuk untuk meningkatkan perekonomian bersama dan sesuai jalurnya. Pintu melalui BUMN ini menjadi potensi yang bagus, karena pada akhirnya semua akan teratur dan terarah. "Serta membuat kita bisa memiliki bayangan ‘rel ekonomi’ pasca-pandemi mau dibawa seperti apa,” ujar Satria Aji Imawan.

Rencana pemerintah membentuk holding untuk pembiayaan dan pemberdayaan UMKM kembali disampaikan oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Erick menegaskan perusahaan BUMN harus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Lembaga pembiayaan BUMN harus bisa menyediakan pembiayaan murah untuk UMKM.

Makanya, kata Erick, menggabungkan data UMKM yang dimiliki oleh tiga perusahaan BUMN yakni BRI, Pegadaian dan PNM menjadi penting. Sinergi tersebut bisa mendorong pengusaha kecil agar naik kelas dan UMKM yang semula tidak bankable bisa masuk kategori layak mendapatkan kredit perbankan.

“Pembiayaan ultra mikro juga sama, menggabungkan satu data UMKM dengan upaya kita, pengusaha kecil naik kelas,” kata Erick dalam Indonesia Digital Conference 2020, Rabu (16/12).