Vaksin Berbayar di RS Pelni Dibatalkan, Harganya hingga Rp 2,1 Juta

ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/foc.
Petugas medis menunjukkan vaksin COVID-19 Sinovac
Penulis: Ihya Ulum Aldin
2/2/2021, 19.25 WIB

PT Pertamina Bina Medika (Pertamedika) yang merupakan holding rumah sakit BUMN, menarik informasi terkait praregistrasi vaksin Covid-19 di Rumah Sakit Pelni, salah satu anggota holding. Alasannya, Pertamedika melihat banyak kesalahpahaman yang timbul atas informasi tersebut.

"Dapat kami sampaikan bahwa RS Pelni tidak memiliki wewenang untuk melakukan pengadaan vaksin. Melihat banyaknya kesalahpahaman yang timbul atas informasi tersebut kami memutuskan untuk menarik informasi tersebut," seperti dikutip dari klarifikasi resmi Pertamedika, Selasa (2/2).

Dalam informasi yang beredar tersebut, RS Pelni menawarkan harga beberapa jenis vaksin yang berbeda. Vaksin Sinovac dijual dengan harga Rp 240 ribu dan AstraZeneca dijual Rp 110 ribu.

Vaksin Moderna dijual dengan harga Rp 505 ribu, Novavax dengan harga Rp 150 ribu dan Pfizer dijual dengan harga Rp 350 ribu. Termahal, vaksin Sinopharm yang dibanderol dengan harga Rp 2,1 juta.

Dalam keterangannya Sinopharm dapat disuntikkan ke anak mulai usia tiga tahun. Sedangkan vaksin lainnya hanya untuk orang dewasa minimal 18 tahun.

Harga vaksin yang dipatok tersebut merupakan harga satu kali vaksin dan bisa berubah sewaktu-waktu. Untuk mendapatkan hasil efektif, pelaksanaan vaksin dilakukan sebanyak dua kali sesuai dengan jarak antarvaksin yang berbeda-beda.

Menanggapi informasi yang beredar terkait harga vaksin tersebut, Pertamedika mengaku informasi tersebut bukan merupakan informasi resmi. Sampai hari ini, program vaksin yang berjalan adalah program vaksin pemerintah yang diberikan secara gratis dengan menggunakan produk vaksin Sinovac.

Sesuai dengan Peraturan Presiden berkaitan dengan pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19, holding rumah sakit BUMN dan anggotanya, tidak memiliki wewenang dalam pengadaan vaksin.

Dalam rilis klarifikasi tersebut, dijelaskan, seluruh program vaksin adalah di bawah kewenangan Kementerian Kesehatan. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada peraturan resmi berkaitan dengan program vaksin mandiri

"Atas kesalahpahaman dan ketidaknyamanan yang timbul, kami sampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya," seperti dikutip dari rilis tersebut.