Beberapa nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) masih belum mau mengikuti program restrukturisasi karena berbagai alasan. Meski begitu, program tersebut dinilai merupakan jalan yang tepat dalam usaha penyelamatan nasabah.

Sekretaris Perusahaan Jiwasraya Kompyang Wibisana mengatakan saat ini masih belum semua nasabah setuju untuk restrukturisasi. Data yang sudah terkompilasi di manajemen Jiwasraya hanya data restrukturisasi pememegang polis bancassasurance.

"Hingga 25 Februari 2021 (yang sudah setuju restrukturisasi) mencapai 54,4%," ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (2/3).

Meski belum semua pemegang polis yang menyatakan setuju, program restrukturisasi Jiwasraya bisa menjadi acuan bagi penyelesaian kasus gagal bayar industri asuransi. Pengamat asuransi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Kapler A Marpaung mengatakan program restrukturisasi  Jiwasraya bisa menjadi role model.

Alasannya, dengan adanya program restrukturisasi, pemerintah selaku pemegang saham di Jiwasraya hadir untuk menyelamatkan pemegang polis. Kapler mengatakan program ini juga bisa mengembalikan citra industri keuangan di mata masyarakat.

“Sekarang, apalagi yang bisa diharapkan dari gagal bayar Jiwasraya selain program restrukturisasi? Sehingga restrukturisasi Jiwasraya ini bisa menjadi role model-nya," kata Kapler kepada awak media, Selasa (2/3).

Menurutnya, program restrukturisasi di industri keuangan menjadi istilah yang baru, sehingga masyarakat merasa kebingungan. Program restrukturisasi ini merupakan jalan keluar untuk menyelesaikan kewajiban atau menyelamatkan polis dari gagal bayar. 

Kapler menilai yang paling penting dari program restrukturisasi yaitu harus ditawarkan kepada pemegang polis dengan tidak dalam bentuk paksaan. Sehingga, pemegang polis berhak memilih untuk ikut restrukturisasi atau tidak.

Sementara, pemerintah harus bisa memberikan keyakinan yang kuat dan dapat diterima oleh pemegang polis supaya ikut dalam program restrukturisasi. "Pemerintah harus memastikan program restrukturisasi dilakukan dengan benar dan tidak ada lagi penundaan pembayaran polis," kata Kapler.

Program restrukturisasi dirumuskan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan selaku pemegang saham Jiwasraya. Program ini merupakan tanggung jawab pemerintah dalam menyelamatkan polis Jiwasraya.

Upaya tersebut mengacu pada Undang-Undang 40 Nomor 2014 tentang Perasuransian dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 71 Nomor 2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Meski begitu beberapa nasabah Jiwasraya masih belum sepakat untuk ikut dalam program restrukturisasi. Salah satunya nasabah produk JS Saving Plan, Machril yang mengatakan seharusnya program restrukturisasi Jiwasraya, bukan skema pemotongan uang nasabah.

"Apalagi pemotongan sepihak. Harus minta izin pihak nasabah sebagai pemilik uang," katanya melalui akun media sosial Twitter miliknya, Selasa (2/3).

Salah satu program restrukturisasi polis, yaitu untuk produk bancassurance JS Saving Plan memiliki ketentuan, yaitu seluruh polis JS Saving Plan yang masih berjalan ditawarkan untuk dihentikan per 31 Desember 2020. Ketentuan lainnya, utang klaim atau nilai tunai penghentian polis menjadi dana awal program baru.

PEMERINTAH SIAPKAN SKENARIO SELAMATKAN JIWASRAYA (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Opsi pertama restrukturisasi pemegang polis yang ditawarkan Jiwasraya berupa pengembalian dana 100% dari nilai tunai. Meski begitu, pengembalian dana ini dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Dicicil dengan jangka waktu yang indikatifnya selama 15 tahun.

Jika pemegang polis retail ingin mendapatkan investasinya lebih cepat dari itu, Jiwasraya menawarkan pembayaran nilai tunai dicicil selama lima tahun. Namun, pemegang polis harus rela ada penyesuaian nilai tunai yang dibayarkan alias terkena haircut.

Pemegang polis juga bakal ditawarkan opsi pengembalian dana investasi secara tunai. Sama seperti opsi sebelumnya, nilai tunai akan disesuaikan pula. Namun, pengembalian dana secara tunai ini bakal mempertimbangkan ketersediaan dana Jiwasraya. Selisihnya, akan dicicil dalam lima tahun.

Sedangkan pemegang polis yang tidak mau direkturisasi, bakal tetap berada di bawah naungan Jiwasraya. Namun, penyelesaian kewajiban Jiwasraya kepada pemegang polis, dibayarkan melalui penjualan aset-aset milik Jiwasraya yang saat ini dinilai tidak clean and clear.