PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menargetkan transformasi pada anak usahanya PT BRI Agroniaga Tbk (AGRO) untuk menjadi bank digital bisa diwujudkan pada akhir 2021 ini. Saat ini, bank milik pemerintah tersebut terus melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Kami berharap hal itu (digitalisasi BRI Agro) dapat mulai dilakukan di akhir tahun ini," kata Direktur Keuangan BRI Viviana Dyah Ayu Retno dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (25/3).
Dia mengatakan, saat ini pihak BRI memang sedang dalam tahap koordinasi dan konsultasi dalam penyusunan rencana bisnis dengan OJK dalam rangka aspirasi BRI Agro yang baru. Meski begitu, Viviana belum mau menjabarkan lebih detail soal rencana bisnis tersebut.
"Tentu akan kami berikan jika rencana bisnis BRI Agro sudah disetujui oleh otoritas dan nanti disampaikan melalui keterbukaan informasi sesuai aturan berlaku," kata Viviana menambahkan.
Sinyal transformasi digital pada BRI Agro sudah terdengar sejak Juli 2020 lalu. Berdasarkan catatan Katadata.co.id, saat itu Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan dari dua anak usaha BRI, yaitu BRI Syariah dan BRI Agro, ada satu yang peluang ditransformasi.
"Kalau yang BRI Syariah sih tidak mungkin dikonversi. Tapi BRI Agroniaga sangat mungkin (dikonversi menjadi bank digital)," kata Direktur Utama BRI Sunarso dalam diskusi secara virtual, Kamis (23/7).
BRI Agro pun telah meluncurkan aplikasi bernama Pinjaman Tenang (Pinang). Melalui platform ini, persetujuan kredit untuk nasabah dapat dilakukan hanya dalam sepuluh menit. Sedangkan plafon pinjaman melalui aplikasi ini sebesar Rp 20 juta, dengan tenor pinjaman satu bulan hingga 12 bulan.
Sunarso mengatakan, sebelum adanya digitalisasi, hal-hal yang kecil yang sifatnya banyak dan massal tidak layak dikerjakan karena tidak efisien. Tapi dengan kehadiran teknologi digital, hal-hal kecil yang tidak efisien tersebut, malah menjadi layak dilaksanakan oleh bank.
"Sehingga, di persaingan bisnis, maka hal yang distinctive (menjadi pembeda) dan spesifik yang menjadi penentu, game changer-nya, yaitu adalah digital," kata Sunarso.
Analis Penyelia Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial menilai transformasi menjadi bank digital memang menjadi keharusan bagi perbankan di dalam negeri. Dengan efisiensi melalui digital, biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO) bisa direduksi.
"Sehingga BOPO akan tertekan, efisiensi perbankan terjadi, dan tidak menutup kemungkinan suku bunga turun secara tidak langsung," kata Janson kepada Katadata.co.id, Senin (1/3).
Transformasi digital juga semakin diperlukan karena adanya pandemi Covid-19 yang membuat orang meminimalisasi kontak dengan orang lain. Salah satu langkah untuk menjadi digital, dengan cara merger atau akuisisi oleh pemodal besar.
"Ditambah lagi, dengan adanya pemodal besar, berakibat modal inti bank menjadi tambah besar. Pemodal besar ini melirik unbankable market yang belum tersentuh (layanan bank)," kata Janson.