Erick Thohir Kaji 4 Cara Selamatkan Garuda, Terutama Nego Sewa Pesawat

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/rwa.
Pengunjung mengamati pesawat Garuda Indonesia bercorak khusus dengan visual masker pada moncong pesawat di Hanggar GMF AeroAsia Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (8/12/2020).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
2/6/2021, 16.10 WIB

Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah menjajaki empat tahapan perbaikan kinerja PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA). Salah satunya, melakukan negosiasi dengan lessor atau perusahaan penyewa pesawat.

"Garuda ada mengusulkan empat tahapan (perbaikan kinerja), yang utama, kan (negosiasi) dengan lessor," kata Menteri BUMN Erick Thohir mewakili pemegang saham mayoritas Garuda dalam konferensi pers di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (2/6).

Erick mengatakan, pandemi Covid 19 yang berdampak negatif terhadap kondisi operasional penerbangan membuat maskapai perlu melakukan negosiasi dengan pemilik pesawat soal biaya sewa. Pasalnya, biaya sewa dinilai kemahalan di tengah pelemahan industri aviasi.

"Dengan kondisi seperti hari ini, (biaya sewa) kemahalan, kami harus negosiasi ulang. Ini yang sedang kami jajaki, empat tahapan tersebut," kata Erick.

Erick mengatakan, industri penerbangan saat ini terdampak sangat parah karena penurunan jumlah penumpang. Hal itu tergambar dari aktivitas bandara yang hanya 15% sampai 32% dari kapasitasnya. Dampak tersebut bukan hanya dirasakan oleh maskapai pemerintah saja, tetapi juga perusahaan swasta.

Meski begitu, Erick melihat perlu adanya perubahan strategi bisnis Garuda dan anak usahanya dengan fokus pada penerbangan domestik, bukan pasar internasional. Hal itu didasari pada kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan.

"Indonesia ini negara kepulauan, jadi tidak mungkin orang Indonesia menuju satu pulau ke pulau lain naik kereta. Opsinya cuma kapal laut dan penerbangan, jadi diuntungkan," kata Erick.

Perubahan strategi sebenarnya bukan dirancang saat pandemi Covid-19 melanda saja, tetapi sejak sebelumnya saat kondisi normal. Berdasarkan data sebelum Covid-19, turis lokal mendominasi penerbangan sebesar 78%, sedangkan sisanya merupakan turis asing.

"Kami sudah bilang (kepada Direksi Garuda) untuk fokus domestik. Kami ini bukan bisnis gaya-gayaan terbang ke luar negeri, tapi domestik," ujar Erick.

Garuda tengah berada dalam tekanan keuangan akibat pandemi Covid-19. Emiten berkode saham GIAA ini bahkan memiliki utang hingga Rp 70 triliun. Karena itu, pemerintah sedang berjuang keras melakukan penyelamatan Garuda.

Merespons kondisi tersebut, Kementerian BUMN memaparkan beberapa opsi penyelamatan Garuda. Berdasarkan dokumentasi yang diperoleh Katadata.co.id, terdapat empat opsi yang diajukan Kementerian BUMN untuk Garuda dalam upaya penyelamatan maskapai milik negara tersebut. Opsi ini ada berdasarkan hasil acuan yang telah dilakukan oleh pemerintah negara lain.

Opsi pertama, pemerintah terus mendukung Garuda melalui pemberian pinjaman atau suntikan ekuitas. Meski begitu, opsi ini memiliki potensi meninggalkan Garuda dengan warisan utang yang besar, hingga membuat situasi yang menantang di masa depan.

Opsi kedua, menggunakan jalur hukum perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi Garuda. Dengan menggunakan proses pailit legal atau legal bankruptcy process untuk merestrukturisasi kewajiban, misalnya utang, sewa, atau kontrak kerja.

Opsi ketiga, restrukturisasi Garuda dan mendirikan perusahaan maskapai nasional yang baru. Garuda dibiarkan melakukan restrukturisasi, tapi di saat yang bersamaan, pemerintah mulai mendirikan perusahaan maskapai penerbangan domestik baru.

Opsi terakhir yang dimiliki pemerintah adalah melakukan likuidasi Garuda dan membiarkan sektor swasta mengisi kekosongan tersebut. Menurut pemerintah, cara ini mampu mendorong swasta untuk meningkatkan layanan udara, misalnya dengan pajak bandara atau subsidi rute yang lebih rendah.

Reporter: Ihya Ulum Aldin