BCA Poles Anak Usaha Bank Digital sebelum IPO, Suntikkan Modal Rp2,7 T

Arief Kamaludin (Katadata)
Bank Central Asia menyuntikan modal tambahan Rp 2,7 triliun ke Bank Digital BCA
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Maesaroh
21/10/2021, 21.20 WIB

Setelah meluncurkan aplikasi digital Blu melalui anak usaha PT Bank Digital BCA pada Juli 2021, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyuntikan modal tambahan Rp 2,7 triliun ke bank tersebut. Alhasil, bank yang sebelumnya bernama Bank Royal itu kini memiliki modal inti Rp 4 triliun.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, secara umum perkembangan bank digital BCA cukup menggembirakan dengan mengakuisisi rekening cukup besar. Bahkan, dana yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp 800 miliar.

"Kami kan lahir pada awal Juli. Dalam waktu singkat dana Rp 800 miliar sudah terkumpul," kata Jahja dalam paparan kinerja secara virtual, Kamis (21/10).

Jumlah transaksi melalui aplikasi digital BCA sudah menembus 100 ribu setiap harinya. Jumlah transaksi dinilai lebih penting dibandingkan jumlah akun karena bisa saja meski akunnya banyak tapi tidak digunakan.

 "Buat apa banyak akun tapi tidak ada transaksi. Akun banyak karena menarik teman. Tapi sudah buka akun, tidak ada gunanya," kata Jahja.

Perkembangan ini yang akan terus ditingkatkan BCA sebelum membawa bank digitalnya melantai di Bursa Efek Indonesia melalui jalur penawaran umum perdana alias initial public offering (IPO).

"Kalau mau IPO, kami akan mengumpulkan fakta-fakta yang sudah dicapai oleh bank digital kami." katanya.

Meski bank digitalnya sudah hadir dan berkembang, Jahja mengatakan belum berniat untuk melakukan pengurangan pada kantor cabang.

Alasan pertama, karena kantor cabang BCA lebih sedikit dibandingkan bank sekelasnya seperti Bank Rakyat Indonesia atau Bank Mandiri.

Jahja memperkirakan, kantor cabang yang dimiliki BRI mencapai 10 ribu, sementara Bank Mandiri diperkirakan 2.000 kantor cabang. Sedangkan kantor cabang BCA hanya 1.200 kantor.

Alasan lainnya, karena transaksi di kantor cabang masih cukup tinggi. Pasalnya masih ada transaksi pembukaan rekening, transaksi valuta asing, atau transaksi giro.

Jahja mengatakan, nilai transaksi yang dilakukan di kantor cabang pun masih cukup besar, yaitu 30-40% dari total transaksi.

"Artinya ada kebutuhan masyarakat untuk datang ke cabang meski tidak sesering pada zaman dulu sebelum adanya m-banking," ujar Jahja.

Seperti diketahui, perkembangan layanan bank secara digital berkembang pesat di Indonesia. Perkembangan ini juga melahirkan bank digital atau neobank yang memberikan semua layanan secara online dan tidak memiliki kantor cabang fisik.

Nasabah cukup menggunakan ponsel dan koneksi internet untuk membuka rekening atau mengakses layanan keuangan lainnya.

Beberapa bank digital di antaranya Jenius milik Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), Tyme Digital (Bank Commonwealth),  Wokee (Bank Bukopin) , dan PT Bank Digital BCA (BCA Digital).

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dikabarkan menggandeng Sea Ltd Singapura untuk mengembangkan Bank Mayora sebagai bank digital.

Langkah ini dilakukan BNI untuk menyusul bank-bank besar lainnya yang telah berekspansi di bisnis bank digital. 

Tiga sumber Katadata.co.id menyebutkan BNI telah meneken kerja sama dengan Sea Ltd untuk mengembangkan Bank Mayora sebagai bank digital. Kesepakatan diteken BNI, Sea Ltd, dan Bank Mayora pada 15 Oktober 2o21. 

Reporter: Ihya Ulum Aldin