PT Asia Pacific Fibers Tbk optimistis kinerja perseroan dapat menyentuh zona hijau tahun ini. Naiknya harga kapas di pasar dinilai menjadi pendorong utama perbaikan kinerja perseroan.
Emiten produsen serat berkode saham POLY ini telah mencatatkan kerugian sejak 2019, di mana laba sebelum bunga, pajak, penyusutan, dan amortisasi (EBITDA) perseroan mencapai US$ 11,92 juta. Sementara itu, akhir 2020 perusahaan mencatatkan kerugian mendalam ke level US$ 20,13 juta akibat pandemi Covid-19.
Namun demikian, perbaikan pasar dan naiknya harga kapas tahun ini membuat performa perseroan membaik. Pada semester pertama 2021, kerugian perseroan susut 87,78 % menjadi US$ 1,53 juta dari periode yang sama tahun lalu senilai US$ 12,55 juta.
"Itu bukti bahwa sebetulnya kami sudah recovery. Kami optimistis EBITDA bisa positif dengan keadaan sekarang, tapi berapanya belum bisa berani (memberikan) angka," kata Corporate Secretary POLY Prama Yudha Amdan kepada Katadata.co.id, Kamis (11/11).
Adapun hingga September 2021, pendapatan POLY tercatat naik 45,5 % menjadi US$ 265,3 juta. Capaian tersebut lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni US$ 182,3 juta. Pertumbuhan didorong oleh meningkatnya penjualan produk perseroan di dalam dan luar negeri.
Penjualan domestik naik 43,8 % dari posisi US$ 141,6 juta hingga kuartal ketiga 2020 menjadi US$ 203,65 juta di 2021. Pertumbuhan tersebut didorong penjualan serat dan benang yang masing-masing mencapai US$ 90,9 juta dan US$ 88,48 juta.
Sementara itu, kinerja ekspor naik 51% menjadi US$ 58,94 juta dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu senilai US$ 39,03 juta. Kinerja ekspor tumbuh lantaran peningkatan permintaan benang sebesar 63,97% menjadi US$ 30,99 juta.
Seperti diketahui, POLY memproduksi empat jenis produk tekstil yakni serat, benang, jasa pemintalan, dan chip polyester.
Berkat pendapatan yang tumbuh, emiten itu berhasil membukukan kerugian yang lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Per September 2021, tercatat rugi bersih tahun berjalan Asia Pacific Fibers mencapai US$ 3,5 juta atau susut 78,5 % dari periode yang sama tahun lalu, yakni US$ 16,3 juta.
Dalam laporan keuangan sebelumnya, Manajemen memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 bakal pulih di kisaran 4,4 % - 4,8 %, sebagian didorong efek dasar dan asumsi kepercayaan konsumen yang meningkat. Selain itu, pendapatan rumah tangga didukung oleh pasar tenaga kerja yang lebih kuat dan bantuan sosial yang memadai.
Dalam jangka menengah, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan terus meningkat pada kisaran 5,5% - 6,1% dengan inflasi yang terjaga pada level rendah 1,5% - 3,5% dan defisit transaksi berjalan di kisaran 1,5% - 2,5% dari PDB pada tahun 2025. Secara keseluruhan, dengan lintasan yang diproyeksikan ini, Indonesia diperkirakan akan menjadi negara maju berpenghasilan tinggi pada tahun 2045.
Seiring keyakinan ekonomi membaik akhir tahun ini, Prama menyatakan bahwa EBITDA perseroan hingga September 2021 masih berada di zona merah. Dia juga menilai perbaikan kinerja keuangan perseroan masih belum stabil. Pasalnya, perseroan masih bergantung pada insentif pemerintah melalui Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCP-PEN).
"Kami punya keyakinan akhir tahun bisa mempositifkan US$ 3,5 juta (EBITDA) yang negatif ini," ujar Prama.