Garuda Resktrukturisasi Sejumlah Utang, Masih Negosiasi dengan Lessor
PT Garuda Indonesia (Persero) sedang di ujung tanduk menghadapi tumpukan utang yang mencapai US$ 9,75 miliar atau setara Rp 138,44 triliun per September 2021. Hingga saat ini Garuda terus berupaya merestrukturisasi kewajiban lewat bernegosiasi dengan kreditur.
Manajemen Garuda dalam keterbukaan informasi mengatakan, perusahaan berhasil merestrukturisasi utang berupa penangguhan pokok dan bunga oleh kreditur perbankan. Restrukturisasi utang yang tertunggak selama 2020, dibayarkan dengan cicilan balloon payment sampai dengan 2023 oleh kreditur bisnis.
Garuda juga menangguhkan utang berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA). Penangguhan tersebut untuk sebagian kewajiban pembagian pendapatan penjualan tiket ke-36 sampai 3 Desember 2021 atau tanggal yang disesuaikan kemudian dengan Manajer Investasi (MMI).
Garuda pun mendapat perpanjangan waktu jatuh tempo sukuk sampai 3 Juni 2022. Selain itu penangguhan pembayaran sukuk yang jatuh tempo pada 17 Juni 2021 sebesar US$ 14 juta sampai dengan waktu yang akan disepakati.
Maskapai penerbangan ini juga menangguhkan pokok dan bunga EDC periode Juni 2020 sampai dengan waktu yang akan disepakati, bersamaan dengan persetujuan rencana restrukturisasi.
Manajemen mengakui masih belum berhasil merestruktirisasi sejumlah kewajiban. Untuk itu, maskapai milik negara itu terus melakukan komunikasi intensif serta negosiasi kepada kreditur dan lessor.
"Khusus untuk lessor, negosiasi dilakukan guna mencapai kesepakatan mengenai restrukturisasi biaya sewa dengan skema PBH (power by the hour) seperti yang telah didiskusikan," kata manajemen dikutip dari keterbukaan informasi, Selasa (16/11).
Lebih lanjut, dengan para kreditur lainnya, Garuda saat ini dalam proses pemaparan inisial proposal restrukturisasi secara bertahap dan berdiskusi lebih lanjut guna memperoleh kesepakatan.
Garuda saat ini telah merampungkan penyusunan proposal restrukturisasi dengan berkoordinasi dengan beberapa konsultan pendukung restrukturisasi. Dalam waktu dekat, Garuda menyampaikan proposal restrukturisasi tersebut kepada para kreditur.
Garuda mendapat dukungan pemerintah melalui Kementerian BUMN bersama beberapa konsultan pendukung, tengah menyusun proses restrukturisasi baik dari sisi keuangan maupun operasional.
"Aspek-aspek yang akan dioptimalkan dalam proses penyelamatan Garuda mencakup namun tidak terbatas pada restrukturisasi melalui in-court settlement maupun out of court settlement melalui negosiasi dengan kreditur," kata Manajemen Garuda.
Selain bernegosiasi dengan kreditur, Garuda juga merestrukturisasi bisnisnya. Seperti optimalisasi rute penerbangan dan simplifikasi tipe atau jenis pesawat untuk mengurangi biaya serta kompleksitas pemeliharaan.
Upaya strategis lainnya yaitu dengan menegosiasi ulang kontrak pesawat untuk menerapkan skema power by the hour dan harga sewa pasar. Lalu, meningkatkan kontribusi kargo serta meningkatkan pendapatan bisnis tambahan.
Sejalan dengan proses restrukturisasi yang ditempuh, Garuda akan mengoptimalisasi rute penerbangan dengan berfokus pada rute domestik. Adapun rute internasional yang diterbangkan merupakan rute selektif yang dianggap dapat berkontribusi pada profitabilitas yang baik.
Langkah untuk efisiensi rute dengan melakukan code sharing dengan maskapai Emirates. Hal ini sesuai dengan lingkup nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani pada 3 November 2021 di Dubai.
Dengan adanya MoU, untuk rute internasional Garuda salah satunya dilakukan melalui kerja sama dengan Emirates untuk penerbangan rute-rute internasional. Adapun rute internasional yang diterbangkan merupakan rute selektif seperti yang dimaksud sebelumnya.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebut PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sudah bangkrut secara teknikal. Sebab, ekuitas maskapai nasional ini negatif US$ 2,8 miliar atau sekitar Rp 40 triliun per September 2021.
"Neraca Garuda negatif ekuitas US$ 2,8 miliar, ini rekor. Dulu rekornya dipegang Asuransi Jiwasraya, sekarang disalip Garuda," kata Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPR Komisi VI, Selasa (9/11).
Ekuitas negatif disebabkan aset yang lebih kecil dari liabilitas. Berdasarkan data Kementerian BUMN, aset Garuda US$ 6,92 miliar. Sementara itu, liabilitas Garuda mencapai US$ 9,75 miliar.
Liabilitas Garuda mayoritas berasal dari utang kepada lessor, nilainya mencapai US$ 6,35 miliar. Sisanya berupa utang kepada bank sekitar US$ 967 juta. Utang dalam bentuk obligasi wajib konversi, sukuk, dan KIK EBA totalnya US$ 630 juta.