Saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) berpotensi dihapus dari pencatatan (delisting). Pasalnya, saham telah disuspensi di seluruh pasar selama enam bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 18 Mei 2023.
Berdasarkan pengumuman Bursa Efek Indonesia (BEI), saham Sritex dapat dihapus dari papan bursa karena mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial, hukum. " Atau terdapat kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai," demikian tertulis dalam pengumuman BEI.
BEI juga dapat menghapus saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.
Menanggapi pengumuman tersebut, Manajemen Sritex menyampaikan perusahaan sedang menjalani proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sejak 6 Mei 2021. Hal ini membuat perusahaan tidak boleh membayar utang secara terpisah dan harus mengikuti prosedur selama PKPU berjalan.
"Hal itu memicu suspensi terhadap saham SRIL pada 18 Mei 2021, akibat tidak dibayarnya Medium Term Notes (MTN) sebesar US$ 25 juta," kata Sekretaris Perusahaan Sri Rejeki Isman Welly Salam.
Batas maksimum PKPU adalah 270 hari atau sembilan bulan, sedangkan batas maksimum delisting adalah 24 bulan. Perusahaan fokus untuk menyelesaikan proses PKPU dengan secepat dan sebaik-baiknya sehingga diharapkan saham SRIL dapat kembali diperdagangkan seperti sebelumnya.
Selanjutnya, Willy juga menyampaikan upaya, strategi, rencana perusahaan untuk memperbaiki kondisi bisnis perusahaan. Menurut dia, kinerja keuangan perusahaan saat ini dan perkiraan kinerja keuangan perusahaan dalam satu tahun ke depan dapat memenuhi kebutuhan operasional.
Hanya saja, emiten berkode saham SRIL ini menghadapi kendala bisnis akibat pandemi Covid-19 yang terus berlanjut pada kuartal II 2021. Perusahaan mengalami arus kas negatif dan mengakibatkan kendala dalam pembayaran kewajiban kepada kreditur bank.
"Strategi untuk mengatasi hal itu adalah restrukturisasi pinjaman bank dan lembaga keuangan lainnya," ujarnya.
Manajemen menyatakan, pemegang saham mayoritas dan pemegang pengendali perusahaan mendukung sepenuhnya pelaksanaan restrukturisasi yang dijalankan manajemen. Berbekal modal kerja yang ada, perusahaan masih bisa menjalankan operasional dengan lancar.
"Pemenuhan kewajiban kepada pemangku kepentingan sesuai dengan koridor PKPU," katanya.