PT Adaro Energy Tbk memperoleh fasilitas pinjaman sebesar US$ 100 juta atau setara Rp 1,43 triliun dari cucu usahanya, PT Adaro Indonesia (AI). Dana akan digunakan untuk investasi sektor non-batu bara, yakni pengembangan industri aluminium terintegrasi di masa depan.
Emiten tambang batu bara berkode ADRO ini memperoleh pinjaman dari perusahaan afiliasi dengan bunga LIBOR+3,42% per tahun, dan jatuh tempo pada 19 Desember 2026.
"Berdasarkan hasil kajian dan analisis yang telah dilakukan terhadap seluruh aspek yang terkait, kami berpendapat bahwa rencana transaksi yang dilakukan adalah wajar," kata Managing Partner Kantor Jasa Penilai Publik DFH and Partners Desmar Dam Sitompul dalam keterbukaan informasi di laman resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (23/12).
Pinjaman itu dilakukan lantaran Adaro akan secara langsung melakukan eksekusi dan terlihat langsung dalam komitmen investasi yang dibutuhkan pada masa depan. Selain itu, cucu perusahaan dinilai memiliki tingkat profitabilitas dan likuiditas yang baik. Dengan demikian, Desmar berpendapat perjanjian pinjaman ini merupakan salah satu investasi bagi AI.
Sebagai informasi, ADRO memiliki AI secara tidak langsung. Pemegang saham utama AI yakni, PT Viscaya Investment, PT Alam Tri Abadi, dan PT Dianlia Setyamukti, merupakan anak usaha langsung ADRO.
Pada 21 Desember 2021, perseroan telah menandatangani surat pernyataan maksud investasi senilai US$ 728 juta terkait pembangunan smelter aluminium milik di Bulungan, Kalimantan Utara. Smelter itu rencananya dibangun di Kawasan Industri Hijau Indonesia.
Investasi ini merupakan salah satu strategi hilirisasi perseroan di masa depan. Adapun, perseroan berharap investasi ini dapat merangsang masuk investasi lanjutan ke kawasan.
Wakil Presiden Direktur Adaro Ario Rachmat mengaku optimistis permintaan dunia atas produk aluminium akan terus meningkat, terutama untuk kabel, baterai, dan sasis.
"Kami juga berharap di masa mendatang industri lainnya seperti industri panel surya dan mobil listrik yang membutuhkan aluminium juga bisa diproduksi di sini," kata Ario dalam keterangan resmi perusahaan.
Untuk mengembangkan hilirisasi aluminium ini, Adaro ini akan menawarkan kerja sama kepada mitra dari luar negeri. Ario mengatakan mitra tersebut telah memiliki rekam jejak, pengalaman, teknologi terkini, dan pengetahuan secara menyeluruh di industri aluminium.
Dari sisi hulu, perseroan telah menggelontorkan dana sebesar Rp 358,76 miliar untuk membeli 3,7% saham perusahaan pertambangan aluminium, PT Cita Mineral Investindo Tbk. Transaksi itu dilakukan melalui anak usaha Adaro, yakni PT Alam Tri Abadi.
Manajemen Adaro melakukan transaksi itu karena mempertimbangkan adanya prospek bisnis metallurgical grade bauxite dan smelter grade alumina yang menjanjikan dalam jangka panjang. Selain itu, harga komoditas, terutama bauksit atau aluminium, dinilai akan tumbuh seiring dengan perbaikan ekonomi global.
Berdasarkan data Stockbit, Di sisi lain, saham ADRO konsisten bergerak di zona merah hingga kuartal III-2021. Sejak 24 September 2021, harga saham ADRO tumbuh dan bergerak di zona hijau secara tahun berjalan.
Saham ADRO kini dijual Rp 2.150 per saham atau menguat 50,35% secara tahun berjalan dari posisi penutupan 2020 di titik Rp 1.430 per saham. Posisi hari ini merupakan titik tertinggi saham ADRO sepanjang 2021.
Selain itu, rasio harga saham terhadap laba atau price to earning (PE) ADRO saat ini di level 10,68 kali. Titik tertinggi rasio PE ADRO sepanjang 2021 ada pada 32,61 per 11 Januari 2021, sedangkan terendahnya di level 9,02 per 3 Desember 2021.