Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan jumlah investor di pasar modal dapat menyentuh level 10 juta orang pada 2022. Per 29 Desember 2021, jumlah investor pasar modal telah mencapai 7,47 juta orang atau naik 92,7% secara tahunan dari jumlah investor tahun sebelumnya, 3,88 juta orang.
Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan, ruang pertumbuhan jumlah investor pasar modal masih cukup tinggi. Hal ini bisa terlihat dari rasio antara investor dan jumlah penduduk yang masih kecil.
"Room to grow (ruang pertumbuhan) masih jauh dan saya optimistis ke depannya ini masih cukup besar. Dari persentasi tidak akan sebesar sekarang, tapi dari sisi absolut saya yakin akan lebih besar dari tahun sekarang," kata Inarno dalam konferensi pers Penutupan Perdagangan BEI 2021, Kamis (30/12).
Menurut dia, salah satu cara untuk meningkatkan jumlah investor pada 2022 adalah melakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi. Sepanjang 2021, BEI mencatat jumlah kegiatan sosialisasi dan edukasi pasar modal telah mencapai lebih dari 10.117 kegiatan dengan 1,28 juta peserta.
Sebanyak 97% dari total kegiatan sosialisasi dan edukasi dilakukan secara daring. Digitalisasi dinilai menjadi faktor utama tingginya angka kegiatan sosialisasi dan edukasi pada tahun ini.
Sementara itu, kegiatan sosialisasi dan edukasi secar luring hanya mencapai 3% atau 303 kegiatan. Inarno mengatakan pihaknya memiliki 30 kantor perwakilan dan 600 galeri investasi di penjuru negeri yang dapat menjadi pusat kegiatan sosialisasi dan edukasi pasar modal.
Di sisi lain, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) penjualan produk pasar modal melalui selling agent (SA) perusahaan teknologi finansial (Tekfin) dinilai akan terus berkontribusi dalam meningkatkan jumlah investor. Pada tahun ini, sebanyak 5,53 juta investor memiliki rekening di SA Tekfin.
Sementara itu, 88% - 90% kegiatan pembelian maupun penjualan reksadana telah melalui SA Tekfin. Frekuensi pembelian reksadana hingga 28 Desember tercatat mencapai 18,23 juta kali atau naik 125.42% secara tahunan, sedangkan frekuensi penjualan mencapai 7,6 juta atau naik 224.09%.
Jumlah dana kelolaan pun naik 136% secara tahunan menjadi Rp 15, 51 triliun dari Rp 6,58 triliun. Jenis reksa dana dengan dana kelolaan terbesar adalah reksa dana pendapatan tetap atau mencapai Rp 5,85 triliun, sedangkan reksa dana dengan investor terbanyak adalah reksadana pasar uang atau mencapai 1,67 investor.
Adapun, BEI mendata lebih dari 80% atau sebanyak 2,7 juta investor datang dari generasi Milenial (kelahiran 1981 - 1996) dan generasi Z (kelahiran 1997 - 2012). Secara rinci, investor dengan usia 18-25 tahun mencapai 39%, sedangkan kelompok usia 26-30 dan 31-40 masing-masing berkontribusi sebesar 21%.
Pertumbuhan investor muda atau berusia di bawah 40 tahun naik 1,51 juta atau tumbuh 88% secara tahunan. Total aset yang dimiliki investor muda yang bermain saham tercatat mencapai Rp 106,05 triliun.
Dengan kata lain, investor dari generasi X dan Baby Boomer masih mendominasi total aset di pasar saham hingga Rp 709,16 triliun atau setara dengan 86,99% aset investor individu di pasar saham. Namun demikian, jumlah investor dari generasi X dan Baby Boomer hanya 18,55% dari total investor saham individu.
Direktur Utama KSEI Uriep Budhi Prasetyo mengatakan digitalisasi telah menciptakan efisiensi terkait menumbuhkan jumlah investor dan jumlah transaksi. Pada saat yang sama, generasi milenial dan Z sangat sensitif terhadap perubahan harga.
"Jadi, kami ditantang bagaimana efisiensi industri ini (meningkat) agar peningkatan transaksi bertambah," kata Uriep.