PT Waskita Karya Tbk menargetkan dapat membukukan kontrak baru senilai Rp 25 triliun sampai Rp 30 triliun pada 2022. Penetapan target itu ditopang oleh dukungan likuiditas perseroan yang jauh lebih baik.
"Serta dukungan dari pemerintah berupa fasilitas pinjaman sindikasi Himbara dengan penjaminan pemerintah, penerbitan obligasi, dan aksi korporasi right issue," kata Direktur Utama Waskita Karya Destiawan Soewardjono dalam keterangan tertulis, Kamis (6/1).
Sepanjang 2021, Waskita Karya telah membukukan kontak baru senilai Rp 20,51 triliun. Pada Januari-Agustus 2021, emiten berkode saham WSKT ini telah mendapat kontrak baru senilai Rp10,8 triliun.Dengan kata lain, emiten industri konstruksi berkode WSKT ini mendapatkan kontrak baru senilai Rp 9,71 triliun pada empat bulan terakhir 2021.
"Perseroan berhasil membukukan besar di kuartal IV/2021, di antaranya adalah proyek Jalan Sudan Selatan seksi 1 sepanjang 1.000 kilometer dengan nilai kontrak Rp 4,38 triliun, Jalan Tol Kamal-Rajeg tahap 1 senilai Rp 1,05 triliun, dan pekerjaan tambahan Jalan Tol Cibitung-Cilincing senilai Rp 600 miliar," kata SVP Corporate Secretary WSKT Ratna Ningrum kepada Katadata, Kamis (6/1).
Adapun, salah satu kontrak baru dengan nilai terbesar adalah Jalan Tol Kayu Agung-Betung tahap 2 atau senilai Rp 5,01 triliun. Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) mendata masih ada 69,19 kilometer Tol Kayu Agung Betung yang masih dalam tahap konstruksi dan ditargetkan beroperasi pada Agustus 2023.
Saat ini, WSKT sedang dalam proses penambahan modal melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau right issue sebanyak 19,29 miliar saham baru seharga Rp 620 per saham. Artinya, WSKT akan mendapatkan dana segar senilai Rp 11,96 triliun dari proses HMETD ini.
Destiawan mengatakan penerbitan saham baru kepada publik bertujuan untuk mempertahankan kepemilikan publik di Waskita Karya. Hal itu bertujuan untuk mengimbangi PMN 2021 yang diberikan pemerintah Rp 7,9 triliun.
Menurutnya, ada sejumlah hal penting yang menjadi perhatian dalam rights issue ini. Seperti perlu adanya mitigasi risiko apabila rights issue yang ditawarkan ke publik tidak diserap sesuai target oleh publik. Untuk memitigasinya, Waskita menunjuk penjamin emisi (underwriter) dengan basis investor ritel yang kuat.
"(Jika tidak terserap oleh publik), kemungkinan adanya privatisasi khusus di kemudian hari untuk mengembalikan porsi saham publik," kata Destiawan.
Berdasarkan laporan keuangan WSKT, ekuitas tercatat susut 5,01% per September 2021 menjadi 15,74 triliun dari posisi akhir 2020 senilai Rp 16,57 triliun. Sementara itu, liabilitas tumbuh 1,03% menjadi Rp 89,93 triliun.
Adapun, pendapatan usaha WSKT terkikis 39,31% dari capaian Januari-September 2020 senilai Rp 11,74 triliun menjadi 7,12 triliun. Alhasil, laba bruto tercatat susut 63,97% menjadi Rp 276,91 miliar.
Namun demikian, WSKT masih membukukan laba bersih Rp 232,54 miliar hingga kuartal III-2021 dari posisi rugi pada periode yang sama tahun lalu hingga Rp 3,37 triliun. Pasalnya, efisiensi pada kegiatan usaha dan restrukturisasi utang membuat laba sebelum pajak berakhir di zona hijau senilai Rp 542,79 miliar.
Berdasarkan data Stockbit, saham WSKT telah anjlok 50.39% sepanjang 2021 menjadi Rp 635 per saham dari posisi penutupan 2020 senilai Rp 1.280 per saham. Secara tahun berjalan, harga saham WSKT kembali jatuh 10 poin atau susut 1,57% ke titik Rp 625 per saham.