Rasio utang perusahaan milik negara secara konsolidasi menyusut menjadi 35% pada 2021, dibanding level tahun sebelumnya yang mencapai 39%. Pengamat ekonomi menilai, secara umum, penurunan rasio utang BUMN menjadi sinyal positif bagi perekonomian.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memaparkan, upaya penurunan rasio utang dilakukan bersamaan dengan pertumbuhan keuntungan. Perusahaan pelat merah secara konsolidasi berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 126 triliun pada tahun lalu. Pencapaian tersebut naik signifikan dibanding tahun 2020 yang hanya sebesar Rp 13 triliun.
"Alhamdulillah berkat transformasi dengan mengedepankan proses bisnis yang baik, tata kelola perusahaan yang baik, efisiensi, dan profesional, rasio utang BUMN pada 2021 35% atau turun dari 2020 yang sebesar 39%," kata Erick di Gedung DPR, dikutip Selasa (5/7).
Ke depan, Erick mengaku akan terus mendorong penyusutan rasio utang BUMN dengan memetakan utang-utang perusahaan, agar penggunaannya benar-benar ditujukan untuk kepentingan bisnis.
"Sekarang kita rapikan yang mana utang-utang produktif, dan yang mana utang-utang yang koruptif. (Utang) yang koruptif tentu kita sikat," kata Erick.
Intinya, pemilik Grup Mahaka ini menyatakan komitmennya dalam melakukan transformsi BUMN, baik dari sisi bisnis maupun sumber daya manusia (SDM).
"Perbaikan kinerja BUMN tentu memiliki dampak besar bagi masyarakat dan negara. Kalau BUMN-nya tidak sehat, bagaimana mau maksimal berkontribusi," katanya.
Pengamat ekonomi Piter Abdullah menilai, secara umum, penurunan rasio utang BUMN menjadi sinyal positif bagi perekonomian. Kendati demikian, karakteristik dan kinerja tiap BUMN berbeda, begitu pula dengan performa masing-masing BUMN dalam melunasi utang-utangnya.
Terdapat BUMN yang terlilit hutang akibat kesalahan pengelolaan di masa lalu. Ada pula utang yang sifatnya untuk mendukung kinerja BUMN terkait penugasan dari negara, seperti halnya BUMN karya.
"Rasio utang yang menurun sudah tentu adalah hal baik, meski harus dilihat yang turun BUMN yang mana? Kenapa turun? Bagaimana kinerja BUMN-nya? Secara umum memang turunnya rasio utang itu bagus," ujar Piter, Selasa (5/7).
Piter menilai, langkah yang diambil masing-masing BUMN dalam melunasi utang berbeda-beda. Ini seperti yang dilakukan BUMN karya yang mana asetnya terlalu banyak. Dengan demikian, penjualan aset dapat menjadi langkah efektif untuk menurunkan rasio utang BUMN karya tersebut.
"Untuk BUMN karya PR utama adalah cash flows (arus kas). Mereka punya aset terlalu banyak. Beban utang terlalu sulit ditutup dengan pendapatan dari aset. Aset harus dikurangi untuk mendapatkan uang mengurangi utang. Ini agar cash flows lebih sehat," ujar Piter.
Hal yang berbeda terjadi di maskapai Tanah Air, Garuda. Akibat kesalahan pengelolaan di era lalu, menurut dia, Garuda terlilit persoalan utang namun minus aset. Ini terjadi akibat kebijakan sewa pesawat yang tidak tepat dan transparan.
Oleh karenanya langkah efektif adalah tambahan dana yang digunakan untuk restrukturisasi organisasi yang lebih efektif.
"Untuk Garuda, harus ada suntikan modal baru," ujar Piter.
Senada dengan Piter, pengamat korporasi dari Universitas Indonesia Fatimah Ibtisam menilai, rasio utang yang menurun menandakan kinerja positif dalam organisasi BUMN.
Menurut dia, langkah strategis BUMN untuk memperbaiki tata kelola perusahaan akan menjadi kunci peningkatan kinerja BUMN di masa depan.
"Rasio utang yang menurun jadi sinyal yang baik dari BUMN. Ada optimisme positif bahwa kinerja BUMN pasca pandemi ini terus meningkat," ujar Tisam.