Emiten pertambangan batu bara, PT Indika Energy Tbk (INDY), membukukan laba bersih sebesar US$ 200,65 juta atau setara Rp 3 triliun pada semester pertama tahun ini dengan asumsi kurs Rp 15.000 per dolar AS.
Laba bersih itu mengalami kenaikan sebesar 1.571,25% dari periode yang sama di tahun sebelumnya US$ 12 juta atau sekitar Rp 180 miliar.
Pada enam bulan pertama, emiten bersandi INDY ini membukukan kenaikan pendapatan sebesar 66,49% menjadi US$ 1,93 miliar atau sebesar Rp 28,95 triliun.
Pendapatan ini ditopang dari melejitnya penjualan batu bara yang diekspor ke luar negeri menjadi US$ 1,50 miliar dari setahun sebelumnya US$ 740,24 juta atau meningkat 102,7%. Sedangkan, penjualan batu bara di pasar dalam negeri justru mengalami penurunan dari sebelumnya US$ 292,92 juta menjadi US$ 258,08 juta.
Sementara itu, pendapatan dari kontrak dan jasa dari BP Berau, Exxon Mobbil Indonesia, CSTS Joint Operation, Star Energy Geothermal Salak Ltd dan lain-lainnya juga mengalami peningkatan menjadi US$ 154,19 juta dari sebelumnya US$ 111,97 juta.
Sejalan dengan naiknya pendapatan, beban pokok kontrak dan penjualan juga mengalami kenaikan sebesar 40,33% menjadi US$ 1,27 miliar dari tahun sebelumnya US$ 905,74 juta.
Salah satu pos yang menyumbang beban kenaikan signifikan adalah di beban penjualan, umum dan administrasi menjadi US$ 92,62 juta dari sebelumnya US$ 56,82 juta. Sehingga, perusahaan mengantongi laba kotor sebesar US$ 668,86 juta dari sebelumnya US$ 258,91 juta.
Sampai dengan 30 Juni 2022, total aset perusahaan mencapai US$ 3,96 miliar, meningkat dari posisi Desember 2021 sebesar US$ 3,69 miliar.
Total aset itu terdiri dari ekuitas sebesar US$ 1,16 miliar, naik dari posisi akhir Desember 2021 sebesar US$ 883,71 juta. Sedangkan, liabilitas perusahaan tetap berada di level US$ 2,80 miliar.
Pada perdagangan Jumat ini, harga saham INDY bergerak naik 5,32% ke level Rp 2.770 per saham dengan nilai kapitalisasi pasar Rp 14,43 triliun. Sejak awal tahun, saham Indika Energy menguat 69,29%.