Saham AS Anjlok, Perusahaan Warren Buffett Rugi Rp 653,9 Triliun

Flickr/Asa Mathat/Fortune Live Media
Warren Buffett menghadiri acara Fortune Most Powerful Women Summit di Laguna Niguel, California, AS pada 4 Oktober 2011
7/8/2022, 15.57 WIB

Penurunan harga saham di Amerika Serikat telah memberikan dampak buruk kepada laba Berkshire Hathaway Inc. pada kuartal kedua. Perseroan milik miliarder Warren Buffett Sabtu (6/8) kemarin melaporkan kerugian US$43,8 miliar, sekitar Rp 653,9 triliun.

Meski demikian, Berkshire tetap menghasilkan laba operasional mencapai US$9,3 miliar atau sekitar Rp 138,8 triliun.

Menyitir Australian Financial Review, harga saham dari tiga investasi terbesar Berkshire, yaitu Apple, American Express, dan Bank of America, semuanya turun drastis selama kuartal kedua ini.

Tetapi semua saham tersebut telah pulih kembali selama periode pelaporan saat ini. Artinya portofolio Berkshire sudah bernilai lebih dari pada akhir Juni.

Buffett telah lama mengatakan bahwa dia yakin pendapatan operasional Berkshire adalah ukuran kinerja perusahaan yang lebih baik karena mereka mengecualikan keuntungan dan kerugian investasi, yang dapat bervariasi dari kuartal ke kuartal.

Dengan ukuran itu, pendapatan Berkshire melonjak menjadi US$9,3 miliar, dari tahun lalu US$6,69 miliar.

Selain itu, Reuters melaporkan, keuntungan Berkshire juga datang dari reasuransi dan kereta api BNSF, untuk mengimbangi kerugian di perusahaan asuransi mobil Geico. Kerugian tersebut terjadi karena kekurangan suku cadang dan harga kendaraan bekas yang lebih tinggi meningkatkan laporan klaim kecelakaan.

Kenaikan suku bunga dan pembayaran dividen membantu bisnis asuransi menghasilkan lebih banyak uang dari investasi, sementara penguatan dolar AS mendorong keuntungan dari investasi utang Eropa dan Jepang.

Menurut analis Edward Jones & Co yang menilai Berkshire, James Shanahan, meskipun mengalami kerugian bersih yang sangat besar, hasil tersebut menunjukkan ketahanan Berkshire.

"Bisnis berkinerja baik meskipun suku bunga lebih tinggi, tekanan inflasi dan kekhawatiran geopolitik," kata Shanahan seperti dikutip Reuters.

"Ini memberi saya kepercayaan pada perusahaan jika ada resesi," lanjutnya.

Berkshire juga memperlambat pembelian saham, termasuk milik mereka, meskipun masih memiliki US$ 105,4 miliar uang tunai yang dapat digunakan.

"Berkshire adalah mikrokosmos dari ekonomi yang lebih luas," jelas analis CFRA Research, Cathy Seifert. yang memiliki peringkat "hold" di Berkshire.

"Banyak bisnis menikmati peningkatan permintaan, tetapi mereka tidak kebal terhadap biaya input yang lebih tinggi dari inflasi," tambahnya.

Investor mengamati Berkshire dengan cermat karena reputasi Buffett, dan karena hasil dari lusinan unit operasi perseroan yang berbasis di Nebraska, Omaha, sering mencerminkan tren ekonomi yang lebih luas.

Unit-unit tersebut termasuk seperti perusahaan energi dengan nama sama, beberapa perusahaan industri, dan merek seperti Dairy Queen, Duracell, Fruit of the Loom dan See's Candies.

NASDAQ, bursa saham AS yang berisi banyak perusahaan teknologi, sudah mencatatkan penurunan indeks sekitar 28% sejak awal tahun sampai 12 Mei 2022 (year-to-date/ytd), terparah sejak krisis keuangan 2008.