Ini Risiko jika Indonesia Membeli Minyak dari Rusia

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
Aktivitas Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta.
22/8/2022, 18.31 WIB

Sinyal Presiden Jokowi yang memberi restu untuk mengimpor minyak dari Rusia menjadi perbincangan hangat setelah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno mengungkap hal itu. Pasalnya, di tengah gejolak harga minyak dunia, Rusia menawarkan harga yang lebih murah dari rata-rata harga pasar internasional karena terkena sanksi negara Barat. 

Menurut Vice President Infovesta Utama, Wawan Hendrayana, bahwa harga minyak Rusia yang lebih murah dari harga pasar sebesar 30% akan menarik dari sisi bisnis bagi PT Pertamina. Namun dia juga menyebutkan kerja sama tersebut secara politik bisa menimbulkan risiko bila terkena sanksi oleh Amerika Serikat.

Impor minyak Rusia berpotensi menimbulkan risiko terhadap penerbitan obligasi global Pertamina yang emisinya diterbitkan dalam denominasi dolar Amerika Serikat. “Obligasi Pertamina tidak ada yang dalam rupiah, semuanya dalam dolar Amerika,” katanya, kepada Katadata.co.id, Senin (22/8).

Dia menambahkan, keputusan untuk bekerja sama dengan Rusia dengan pertimbangan profit dan risiko ada di level pemerintah.

Hal senada juga diungkapkan Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, M Nafan Aji Gusta Utama. Menurut dia, jika ingin bekerja sama dengan Rusia, pemerintah perlu pertimbangkan faktor risiko geopolitik. 

Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, mengatakan bahwa Presiden Jokowi dikabarkan menyetujui untuk mengimpor minyak dari Rusia. Wacana mengimpor minyak dari Rusia sempat mengemuka pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Maret 2022 lalu.

Di sisi lain, kebijakan impor minyak dari Rusia tersebut  tidak mendapat sambutan positif bagi sebagian pihak. Sebab khawatir adanya embargo dari pemerintah Amerika Serikat.  

"Apa yang kita lihat mungkin sangat berbeda dari perspektif geopolitik, faktor ekonomi, ini memang tantangan," terang Sandiaga. 

Indonesia sendiri merupakan mitra datang AS terbesar nomor lima di Asia Tenggara, dengan nilai US$ 37,02 miliar pada 2021. Terdiri dari ekspor Indonesia ke AS sebesar US$ 25,77 miliar dan impor Indonesia dari AS senilai US$ 11,25 miliar.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai memperkirakan pemerintah tak akan membeli minyak dari Rusia walau adanya tawaran diskon 30% di tengah tingginya harga minyak. Pada Senin (22/8), harga minyak mentah jenis Brent berada di level US$ 95,06 per barel. Sementara harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) berada di US$ 89,07 per barel.

Reporter: Patricia Yashinta Desy Abigail