Konsorsium INA Cs Sepakati Green Fund Rp 29,6 T Garap Ekosistem EV

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.
Menteri BUMN Erick Thohir (keempat kiri) didampingi (dari kiri) Direktur SPPU Pertamina Iman Rachman, Dirut PLN Zulkifli Zaini, Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulingga, Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury, Ketua Tim Kerja Percepatan Proyek EV Nasional Agus Tjahajana, Group CEO Mind ID Orias Petrus dan Dirut Antam Dana Amin saat mengikuti konferensi pers pendirian Indonesia Battery Corporation (IBC) di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (26/3/2021).
Penulis: Zahwa Madjid
16/11/2022, 19.25 WIB

Indonesia Investment Authority (INA), lembaga sovereign wealth fund Indonesia membuat kesepakatan dengan produsen baterai asal Cina, Contemporary Amperex Technology Co., Limited (CATL) dan bank Cina CMB International Corporation Limited (CMBI) di perhelatan konferensi B20 di Bali, Senin (14/11). 

Nota kesepahaman tersebut terkait green fund sekitar US$ 2 miliar atau sekitar Rp2 9,6 triliun untuk membangun rantai nilai dari hulu hingga hilir bagi kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Hal ini sebagai bentuk dukungan keberlanjutan dan komitmen menuju nol energi bersih pada 2060. 

Green fund ini menjadi platform khusus untuk menangkap peluang investasi dalam ekosistem EV yang sedang berkembang. Mengingat seperempat dari cadangan nikel dunia ada di Indonesia, menjadikan negeri ini memiliki posisi strategis untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasok EV global. Nikel merupakan bahan utama dalam produksi baterai.

Menteri BUMN Erick Thohir menyebut, kekayaan nikel Indonesia menjadi modal untuk pengembangan supply chain EV battery dari hulu ke hilir. Sejak Indonesia mengambil kebijakan hilirisasi industri minerba, salah satunya fokus pengembangan industri EV battery, banyak perusahaan internasional yang ingin menjajaki kerjasama dengan Indonesia.

"Karena itu, keterlibatan dan kepercayaan INA, CATL dan CMBI dalam pengembangan EV battery, harus kita apresiasi," ujar Erick Thohir di Badung, Bali, Rabu (15/11). 

Guna memperkuat ekosistem yang dibangun, sebelumnya, IBC dan ANTAM menjalin kolaborasi dengan pemain baterai global melalui penandatanganan framework agreement pada tanggal 14 April 2022 untuk inisiatif proyek baterai kendaraan listrik (EV battery) terintegrasi.  Perkiraan total nilai investasi dari mitra global ini mencapai sebesar US$15 miliar atau setara dengan Rp 215 triliun. 

"Indonesia perlu mendorong percepatan transisi ini. Salah satunya dengan membangun pabrik baterai kendaraan listrik, yang bahan baku utamanya nikel," imbuh Erick. 

"Peningkatan nilai tambah komoditas nikel ke depan, tak hanya akan mampu membuat kita memenuhi kebutuhan dalam negeri, tapi akan menjadikan Indonesia sebagai pengekspor utama baterai di dunia." 

Sebelumnya, Kementerian BUMN bersama holding industri pertambangan: MIND ID, PT Antam Tbk (ANTM), PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) juga telah mendirikan PT Industri Baterai Indonesia/Indonesia Battery Corporation (IBC) di kuartal pertama tahun 2021 lalu. Nantinya, IBC akan fokus pada pengelolaan ekosistem industri baterai EV yang terintegrasi untuk memaksimalkan potensi sumber daya mineral di Indonesia.

Reporter: Zahwa Madjid