PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI mengeksekusi seluruh haknya atas penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias rights issue PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO). Transaksi bank bersandi BBRI itu telah rampung pada 19 Desember 2022.
Sebelum transaksi, sebagai pengendali, BRI menggenggam 19,49 juta saham Bank Raya atau 85,72%. Lalu bertambah sebanyak 1,98 miliar setelah transaksi. Sehingga, BRI kini menguasai sebanyak 21,48 miliar saham atau 86,85% kepemilikan di bank yang dulunya bernama Bank Agro tersebut.
Untuk informasi, Bank Raya menggelar rights issue sebanyak-banyaknya 2,32 miliar saham dengan nilai nominal Rp 100 per saham. Jumlah saham baru itu sebesar 9,26% dari jumlah saham ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan setelah pelaksanaan PMHMETD X.
HMETD dibagikan kepada para pemegang saham perseroan yang tercatat pada tanggal 12 Desember 2022 di mana 11,37 miliar saham lama perseroan akan memperoleh 1,16 miliar HMETD. Setiap 1 HMETD dapat digunakan untuk membeli satu saham dengan membayar harga pelaksanaan sebesar Rp 500 per saham.
Dengan demikian, dalam aksi korporasi ini BRI mengucurkan dana Rp 994,34 miliar.
“Transaksi dimaksudkan untuk memperkuat permodalan Bank Raya, terutama sebagai modal kerja dalam rangka penyaluran dana berbasis digital. Serta mempertahankan kepemilikan saham perseroan agar tidak terdilusi dengan melaksanakan seluruh HMETD milik perseroan,” ucap Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto dalam keterbukaan informasi dikutip Kamis (22/12).
BRI juga menyatakan bahwa perseroan telah memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atas pelaksanaan transaksi ini.
”Kami telah mengantongi restu dari OJK dalam menjalankan transaksi tersebut. Selain suntikan modal, kami juga mendukung sisi pengembangan bisnis Bank Raya,” tambahnya.
Sebelumnya, Direktur Keuangan Bank Raya Akhmad Fazri menyatakan bahwa aksi korporasi ini diharapkan semakin mengukuhkan aspirasi perseroan untuk menjadi digital attacker BRI Group bagi fintech dan gig economy di Indonesia. Langkah itu dilakukan dengan terus mengembangkan produk, fitur, dan layanan bank digital yang mampu memberikan nilai tambah lebih besar kepada masyarakat.
“Serta memperluas ekspansi dalam penyaluran pinjaman digital untuk mendukung produktivitas para pelaku usaha di Indonesia,” tambah dia.
Penambahan modal ini akan digunakan untuk penguatan permodalan yang selanjutnya dapat digunakan sebagai ekspansi modal kerja dalam menyalurkan pinjaman maupun memperkuat pendanaan kepada segmen pasar yang baru, terutama segmen gig economy.
Segmen gig economy menargetkan nasabah gig worker, yaitu pekerja informal seperti banking agent, pekerja lepasan, pekerja paruh waktu, dan lain sebagainya. Selain itu, perseroan juga diwajibkan untuk memiliki modal inti minimum paling sedikit Rp 3 triliun berdasarkan Peraturan OJK No. 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum (POJK No. 12/2020).
“Selain itu, perseroan juga diwajibkan untuk memiliki modal inti minimum berdasarkan Peraturan OJK No. 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum. Aksi korporasi rights issue yang digelar merupakan komitmen perseroan demi memenuhi modal inti minimum Rp 3 triliun pada 2022. Adapun, hingga kuartal tiga 2022 modal inti AGRO Rp 2,07 triliun,” sebut Fazri.