PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) diyakini akan mencatatkan rekor laba tertinggi terbarunya di tahun ini. Pencapaian itu didorong berbagai strategi yang tepat.
Wakil Direktur Utama Bank BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan, BTN saat ini berbeda dengan BTN beberapa tahun lalu. Di mana, sudah banyak pembenahan yang dilakukan ditambah strategi yang telah diterapkan dan hasilnya sesuai.
“BTN hari ini sangat beda dengan BTN 3-4 tahun lalu. BTN dulu bermasalah karena masuk ke portofolio yang salah namanya high rise building, setelah kita koreksi kan membaik lagi. BTN itu kemampuannya di rumah tapak. Jadi kita kembalikan ke keahliannya saja. Dan saya abisa bilang laba akhir tahun ini bisa jadi laba paling tinggi, even sebelum Covid,” katanya di Jakarta, Selasa (27/12).
Manajemen pun memastikan akan membagikan dividen tahun buku 2022 di tahun depan. Pasalnya, BTN tidak membagikan dividen untuk tahun buku 2020 dan kembali memberikan di 2021.
"Orang melihat saham kan dua hal, satu gain-nya satu dividen. Ini fakta yang harus kita manage juga,” ujarnya.
Pada periode Januari-November 2022 laba BTN tercatat tumbuh dengan solid. Berdasarkan laporan keuangan November 2022, BTN meraup laba bersih Rp 2,79 triliun, naik 41,51% dibandingkan setahun sebelumnya yang tercatat Rp 1,97 triliun. Manajemen BTN pun optimistis laba bersih sepanjang 2022 ini bisa menembus angka Rp 3 triliun atau melebihi konsensus para analis yang memprediksi Rp 2,89 triliun.
Lonjakan laba ditopang oleh perbaikan struktur biaya dana dengan peningkatan signifikan pada produk giro. Berdasarkan laporan keuangan bulanan November 2022, BTN mencatatkan pertumbuhan produk tabungan dan giro (current account saving account/CASA) sebesar 25,9% menjadi Rp 153,74 triliun pada akhir November 2022.
Dana murah ini didominasi oleh produk giro yang menembus Rp 115,49 triliun, meningkat 57,4% dibandingkan setahun sebelumnya yang tercatat Rp 73,38 triliun. Di sisi lain, deposito yang tergolong dana mahal turun 5,36% menjadi Rp 168,1 triliun dibandingkan sebelumnya yang tercatat Rp 177,6 triliun.
Secara keseluruhan, Dana Pihak Ketiga (DPK) dari Bank spesialis pembiayaan perumahan ini meningkat 7,38% menjadi Rp 321,83 triliun. Perbaikan struktur DPK tersebut berhasil menurunkan beban bunga sebesar 19%, dari Rp 11,72 triliun pada November 2021 menjadi Rp 9,48 pada November 2022.
Sementara itu, pendapatan bunga BTN terus meningkat sebesar 3,87% menjadi Rp 23,33 triliun pada akhir November 2022. Hal ini ditopang oleh peningkatan kredit dan pembiayaan syariah sebesar 8,09% menjadi Rp 295,58 triliun pada akhir November 2022.
Secara keseluruhan pendapatan bunga bersih (NII) BTN melesat 28,84% menjadi Rp 13,84 triliun. Bukan cuma NII, bank yang dikomandoi Direktur Utama Haru Koesmahargyo ini mencatatkan pendapatan komisi dan administrasi sebesar Rp 1,1 triliun, melesat 13,7% dibandingkan setahun sebelumnya. Hingga akhir November 2022, aset BTN capai Rp 397,51 triliun.
Lompatan kinerja keuangan tersebut dinilai sejumlah analis sebagai modal besar BTN dalam pelaksanaan Penambahan modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau rights issue. Dengan lonjakan kinerja tersebut, kepercayaan investor terhadap rights BBTN tentu akan meningkat.
BTN masih dalam proses rights issue dengan target dana Rp 4,13 triliun, termasuk penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 2,48 triliun. BBTN akan mempergunakan modal tersebut untuk mendukung pembiayaan perumahan termasuk KPR subsidi.
Sekedar mengingatkan saat ini BTN sedang menggelar pelaksanaan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau exercise rights mulai 28 Desember 2022 hingga 5 Januari 2023.
Distribusi HMETD telah dilakukan pada Selasa (27/12) ini dengan kode BBTN-R. Para pemegang HMETD berhak untuk menukarkan hak tersebut menjadi saham baru BBTN dengan harga pelaksanaan Rp 1.200.
Dengan harga pelaksanaan rights issue Rp 1.200 maka itu setara dengan 0,58x price to book value (PBV). Hal ini mengindikasi bahwa saham dan harga rights issue BBTN masih lebih murah dibandingkan bank besar lainnya yang memiliki valuasi di atas 2x PBV.
Jual Kredit Macet
Di sisi lain, BTN kata Nikson akan menjual aset properti yang menjadi sumber kredit macet atau non performing loan (NPL). Nilai penjualan aset tersebut mencapai sekitar Rp 1 triliun, mayoritas properti apartemen.
"Ada tujuh pengembang yang asetnya kami bungkus untuk dijual. Ini memang terobosan baru dalam penyelesaian kredit macet saat ini," katanya.
Nixon menambahkan, penjualan aset yang akan rampung di Januari 2023 tersebut turut menggandeng Badan Pengawasan Keuangan & Pembangunan (BPKP), Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dan beberapa lainnya. "Semua BUMN related," tambahnya.
Nikson menambahkan, nanti Rp 1 hutang akan dibayar dengan Rp 1 sukuk. Sukuk tersebut akan jatuh tempo dalam 9-10 tahun kedepan. BTN pun dengan aksi ini tidak akan mengakui hasil dari penjualan NPL ini ke porsi laba tahun depan.
“Saya tidak mau dianggap windows dressing juga. Kita janji rilis CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai) atas benda macet ini akan tetap ada di CKPN sehingga coverage-nya naik. Tidak akan kami akui sebagai laba,” ucap dia.