Direktur Utama PT Harum Energy Tbk (HRUM) Ray Antonio Gunara menambah porsi kepemilikan sahamnya di perseroan dengan memborong 100.000 saham emiten tambang batu bara. Adapun harga batu bara diprediksi akan tambah mahal ke depannya.
Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Ray membeli 100.000 saham tersebut di harga Rp 1.510 per saham pada 6 Januari 2023. Adapun, total dana yang dirogoh Ray untuk transaksi ini berjumlah Rp 151 juta.
“Tujuan transaksi adalah investasi,” tulis Ray dalam keterbukaan informasi dikutip Jumat (13/1).
Sebelum transaksi, Ray memiliki 1,8 juta saham HRUM atau setara 0,013%. Setelah transaksi, kepemilikannya bertambah menjadi 1,9 juta saham setelah transaksi atau setara 0,014%.
Sebagai informasi, harga saham HRUM melonjak 3,72% ke level Rp 1.675 per saham pada penutupan perdagangan hari ini, Jumat (13/1).
Sejak awal tahun sampai kuartal tiga 2022, Harum Energy mencatatkan laba bersih senilai US$ 237,43 juta atau sekitar Rp 3,56 triliun (kurs Rp 15.000 per dolar AS). Laba tersebut melonjak enam kali lipat lebih dibanding periode kuartal tiga 2021.
Melonjaknya laba emiten dengan kode HRUM ini ditopang oleh pendapatan perusahaan yang mampu mencapai US$ 702,79 juta hingga kuartal tiga 2022, meningkat 241,91% dibanding periode sama tahun lalu. Sedangkan beban langsung naik 155,98% menjadi US$ 265,56 juta hingga kuartal tiga 2022.
Pendapatan HRUM selama sembilan bulan pertama 2022 terdiri dari pendapatan kontrak pelanggan senilai US$ 692,93 juta dan pendapatan sewa US$ 9,86 juta.
Harum Energy adalah induk perusahaan yang didirikan pada 1995. Lini usahanya meliputi bidang pertambangan batu bara dan mineral, serta kegiatan logistik dan pengolahan yang berlokasi di Kalimantan Timur dan Maluku Utara.
Sementara itu, Tim riset MNC Sekuritas mengatakan bahwa permintaan batu bara global utamanya akan didorong oleh pertumbuhan ekonomi Cina, India, dan Eropa. Konsumsi batu bara Cina diperkirakan akan meningkat di tahun 2023. Begitu pula permintaan dari India karena didorong oleh permintaan listrik yang lebih tinggi dan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Namun permintaan Eropa masih tidak pasti, mengingat situasi yang bergejolak terkait aliran gas Rusia.
Dalam risetnya belum lama ini, MNC Sekuritas menilai bahwa kekeringan, produksi air yang lebih lambat, dampak dari Covid-19, dan inspeksi keselamatan pertambangan yang lebih ketat telah secara bergantian mempengaruhi pasar.
"Prospek dalam jangka pendek untuk batu bara akan bergantung pada tingkat keparahan musim dingin di Eropa dan kemampuan konsumen untuk mengurangi permintaan mereka," tulisnya.
Namun dalam jangka panjang, harga batu bara diprediksi akan menurun pada semester II-2023 dan tahun 2024 dari rekor tertinggi di tahun 2022. Meski demikian, harga tetap pada tingkat yang jauh lebih tinggi dari rata-rata selama tahun 2017-2021. Hal itu sebagai risiko dari perlambatan pertumbuhan global.