PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) menawarkan 10,35 miliar saham baru atau setara 25% melalui mekanisme penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham. Seiring dengan IPO, perusahaan juga menyampaikan laba PGE tercatat US$ 111,43 juta atau setara Rp 1,66 triliun (dengan kurs Rp 14.975) hingga kuartal tiga 2022. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, PGE meraup laba US$ 66,41 juta atau Rp 994,60 miliar.
Adapun pendapatan usaha perseroan tercatat US$ 287,39 juta, setara Rp 4,30 triliun hingga September 2022 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021 US$ 276,60 juta atau Rp 4,14 triliun.
Selain pendapatan, emiten yang akan bersandi PGEO membukukan aset yaitu US$ 2,44 miliar setara Rp 36,60 triliun hingga September 2022. Aset PGE pada Desember 2021 yaitu US$ 2,39 miliar atau Rp 35,90 triliun.
Di sisi lain, liabilitas PGE mencapai Rp 16,93 triliun pada kuartal tiga 20222, dibandingkan dengan Desember 2021 yakni Rp 17,49 triliun. Sementara ekuitas perseroan PGE yaitu Rp 19,67 triliun sepanjang September 2022, dibandingkan Rp 18,40 triliun pada Desember 2021.
Direktur Utama Pertamina Geothermal Energy Ahmad Yuniarto menjelaskan bahwa PGE merupakan salah satu perusahaan panas bumi terbesar di Indonesia dan global yang diukur dengan kapasitas terpasang. Solidnya prospek PGE juga didukung oleh basis cadangan dan sumber daya yang besar.
Ahmad mengatakan, PGE memiliki peran besar baik bagi Pertamina maupun Indonesia. PGE saat ini mengelola 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang tersebar di eman area dengan kapasitas terpasang 672 MW yang dioperasikan sendiri dan sebanyak 1.205 MW dikelola melalui Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract/JOC).
Kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja PGE berkontribusi sebesar sekitar 82% dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia, dengan potensi emission avoidance CO2 sekitar 9,7 juta ton CO2 per tahun. Pemanfaatan yang dilakukan oleh PGE dari energi geothermal telah berhasil membuat 2,08 juta rumah di Indonesia teraliri listrik.
Pertamina Geothermal Energy juga berambisi meningkatkan basis kapasitas terpasangnya dari 672 MW saat ini menjadi 1.272 MW pada tahun 2027. Langkah ini sejalan dengan misi menjadi perusahaan energi ramah lingkungan terkemuka.
“PGE memiliki rekam jejak pengembangan panas bumi dan pembangkit listrik yang solid dan terbukti,” kata Ahmad dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (1/2).
Kinerja solid PGE didukung kesepakatan kontrak jangka panjang atau rata-rata di atas 20 tahun dengan PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN sebagai off taker tunggal. Posisi ini sekaligus memastikan perolehan arus kas yang dapat diprediksi.
“PGE memiliki hubungan yang baik dan luas dengan PLN dan secara historis mampu menegosiasikan ulang tarif kontraktual yang ada dengan PLN,” jelasnya.
Rekam jejak keuangan yang solid menjadi modal PGE untuk menangkap peluang industri panas bumi ke depan. Wood Mackenzie memperkirakan tambahan hingga 3,4 GW kapasitas geothermal dalam satu dekade ke depan.
Adapun komitmen besar PGE yang melekat kepada ESG juga sejalan dengan agenda dekarbonisasi nasional. Pemerintah Indonesia telah menerbitkan peta jalan untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2060.