PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) merencanakan untuk melakukan pembelian kembali saham perseroan (buyback) senilai Rp 1,5 triliun. Periode buyback antara 14 Maret 2023 hingga 14 September 2024. Itu setelah buyback mendapat restu investor dalam RUPST pada 13 Maret 2023.
Buyback 2023 akan dilaksanakan dengan harga yang dianggap wajar oleh perseroan.
“Buyback akan dilaksanakan dengan memperhatikan kondisi likuiditas dan permodalan perseroan, serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tulis Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto dalam prospectus BRI, Jumat (3/2).
Buyback dilaksanakan oleh perseroan dalam rangka program kepemilikan saham. Program dimaksud merupakan bagian dari upaya untuk mendorong engagement terhadap keberlanjutan peningkatan kinerja perusahaan secara jangka panjang.
Selaras dengan hal tersebut, perseroan bermaksud untuk melanjutkan rangkaian Program Kepemilikan Saham secara berkesinambungan. Oleh karenanya, pada tahun 2023 perseroan akan melaksanakan kembali buyback dengan berpedoman pada POJK 30/2017.
Sebelumnya perseroan telah melaksanakan buyback pada tahun 2015 dan tahun 2020 dengan berpedoman pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.2/POJK.04/2013. Perseroan telah mengalihkan seluruh saham yang diperoleh dari buyback tahun 2015 dan sebagian saham yang diperoleh dari buyback tahun 2020 melalui program kepemilikan saham pekerja. Selanjutnya, pada tahun 2022 perseroan melaksanakan buyback dengan berpedoman pada POJK 30/2017 yang telah selesai dilaksanakan pada 26 Januari 2023.
Perkiraan jumlah nilai seluruh buyback 2023 sebesar-sebesarnya Rp 1,5 triliun yang berasal dari kas internal perseroan sesuai peraturan yang berlaku. Pelaksanaan buyback 2023 dan jumlah keseluruhan treasury stock yang dimiliki perseroan tidak akan melebihi 10% dari jumlah modal yang ditempatkan.
Dengan asumsi perseroan menggunakan kas internal untuk buyback 2023, maka aset dan ekuitas diperkirakan akan menurun sebesar-besarnya sejumlah perkiraan nilai buyback dan perkiraan biaya buyback. Namun diprediksi tidak akan menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan, termasuk dari sisi pendapatan maupun biaya operasional.
“Buyback diyakini tidak akan berdampak negatif secara material terhadap kegiatan usaha perseroan. Dalam hal ini, modal kerja, cash flow dan capital adequacy ratio (CAR) perseroan cukup untuk pembiayaan buyback bersamaan dengan kegiatan usaha perseroan,” ujar Aestika.