PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) akhir-akhir ini sedang ramai diperbincangkan. Sebab emiten perbankan tersebut tengah melaporkan direksi, komisaris dan pemegang saham PT Hari Mahardika Utama (HMU) di antaranya konglomerat berinisial SW ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Laporan terkait dugaan tindak pidana pemalsuan surat, penipuan dan tindak pidana pencucian uang. Dalam laporan yang dilayangkan Bank OCBC NISP di Bareskrim menyebutkan PT Hair Star lndonesia (HSI) mempunyai pinjaman kepada Bank OCBC NISP sejak 2016.
Sebagai informasi, Bank OCBC NISP merupakan salah satu bank tertua di Indonesia.
Bank OCBC NISP sebelumnya dikenal dengan nama Bank NISP merupakan bank tertua ke empat di Indonesia yang didirikan pada tanggal 4 April 1941 di Bandung dengan nama NV Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank.
Lalu pada tahun 1963 Karmaka Surjaudaja, sang pendiri mulai mengelola bank NISP pada tahun 1963 dengan jabatan sebagai direktur operasional.
Kemudian di tahun 1997, OCBC Bank Singapura memilih Bank NISP untuk menjadi partner lokal dalam pendirian Bank OCBC NISP.
Selain itu, OCBC Singapura atau OCBC Overseas Investsments Pte. Ltd menjadi pemegang saham terbesar NISP, yakni sekitar 85,08% atau 19.521.371.224 lembar saham.
Sebagai informasi, pada 14 April tahun lalu, OCBC NISP menjadi bank pertama di Indonesia yang memperoleh pinjaman green bond dari anggota Grup Bank Dunia, International Finance Corporation (IFC). Dalam catatan Katadata, jumlah pinjaman yang diterima kala itu sebesar US$ 200 juta atau setara Rp 2,75 triliun.
Saat ini, Bank OCBC NISP dipimpin oleh Parwati Surjaudaja, putri dari Karmaka Sarjuadaja sebagai presiden direktur NISP.
Karier Parwati dalam OCBC NISP dimulai kala ayahnya meminta Parwati untuk menjadi direktur yang menangani bidang sumber daya manusia, finansial, dan perencanaan strategis. Jabatan ini diembannya dari 1990 hingga 1997. Kala itu, belum banyak perempuan memegang jabatan strategis di sebuah perusahaan, termasuk perbankan.
Terkait kinerja, Bank OCBC mencetak laba Rp 3,32 triliun sepanjang 2022 atau naik 32% secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 2,51 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan, pertumbuhan laba OCBC NISP itu didorong oleh kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 14% secara tahunan menjadi Rp 8,7 triliun secara konsolidasi.
Kemudian OCBC NISP mengalami penurunan pada beban cadangan kerugian sebesar 25%. Laba NISP juga terdorong oleh pendapatan berbasis komisi atau fee based income yang tumbuh 13,6% menjadi Rp 1 triliun pada 2022.
Pertumbuhan laba OCBC NISP ini terjadi seiring dengan pesatnya penyaluran kredit. NISP mencatatkan penyaluran kredit tumbuh 14% menjadi Rp 137,6 triliun pada 2022.
Moncernya kredit OCBC NISP juga membuat aset perseroan naik 11% menjadi Rp 238,49 triliun. Akan tetapi, ekspansi kredit NISP membuat rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) membengkak. NPL gross OCBC NISP naik dari 2,36%menjadi 2,42%. Kemudian, NPL nett naik dari 0,91% menjadi 0,96%.
Dari sisi pendanaan, NISP mencatatkan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 176,1 triliun, tumbuh 5%. DPK NISP didominasi oleh dana murah yang mencapai Rp 96,14 triliun atau 54,59% terhadap DPK.