PT Sarana Multigriya Finansial atau SMF menerbitkan Obligasi Berkelanjutan VI Tahap IV Tahun 2023 dengan jumlah pokok sebesar Rp 2 triliun dengan rating idAAA dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). 

Obligasi tersebut tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin (27/2). Dengan penerbitan surat utang ini merupakan bagian dari Penawaran Umum Berkelanjutan VI dengan realisasi penerbitan obligasi sebesar Rp 9 triliun.

Adapun obligasi tersebut terdiri dari satu seri dengan tingkat bunga tetap sebesar 6,85% per tahun, dan berjangka waktu lima tahun sejak tanggal emisi. Pembayaran pokok obligasi secara penuh (bullet payment) akan dilakukan pada tanggal pelunasan obligasi. 

Obligasi diterbitkan tanpa warkat, kecuali Sertifikat Jumbo Obligasi yang diterbitkan oleh perseroan atas nama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai bukti utang untuk kepentingan pemegang obligasi dan ditawarkan dengan nilai 100% dari jumlah pokok obligasi.

Direktur Utama SMF Ananta Wiyogo mengatakan dana yang diperoleh dari obligasi ini, rencananya akan digunakan untuk mendukung program penurunan beban fiskal pemerintah melalui Program Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). 

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam mendukung pemilikan rumah bagi seluruh masyarakat Indonesia melalui berbagai skema, salah satunya adalah kredit bersubsidi diantaranya KPR FLPP.

Dalam menjalankan program tersebut SMF menggunakan dana penyertaan modal negara (PMN) dari pemerintah, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

PMN yang diterima tersebut kemudian dikombinasikan dengan penerbitan surat utang sehingga memiliki daya ungkit (leverage) untuk disalurkan kepada lebih banyak masyarakat yang membutuhkan. Sejak Agustus tahun 2018 hingga 31 Desember 2022, SMF telah berhasil menyalurkan dana KPR FLPP sekitar Rp 15 triliun.

“Ini merupakan wujud dari kehadiran negara untuk mendukung pemilikan rumah bagi seluruh rakyat Indonesia khususnya masyarakat berpenghasilan rendah, di mana dana yang dialirkan untuk KPR Subsidi ini berasal dari APBN yang digunakan sebesar-besarnya demi kesejahteraan masyarakat Indonesia,” kata Ananta di gedung BEI, Jakarta, Senin (27/2).

Pemenuhan kebutuhan KPR FLPP bagi masyarakat pada tahun 2022 meningkat dibanding tahun 2021, yaitu 200 ribu unit rumah, atau peningkatan sebesar 27% atau sekitar  157.500 unit. Hal ini menjadi salah satu tren positif industri perumahan di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi saat ini. 

“SMF akan terus berperan serta mendukung Pemerintah dalam memaksimalkan pemanfaatan APBN untuk penyediaan akses perumahan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia melalui program KPR FLPP, serta program pembiayaan sekunder perumahan berkelanjutan lainnya,” kata Ananta.

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Herry Trisaputra Zuna berharap SMF dapat memperbanyak frekuensi penerbitan obligasi sejenis di masa mendatang. Ia juga mengungkapkan bahwa meskipun peraturan mengenai social bond seperti obligasi yang diterbitkan oleh SMF ini belum ada di Indonesia, namun upaya tersebut sebenarnya sudah memenuhi kriteria social bond yang lebih umum di negara-negara lain.

“Pemerintah mengharapkan obligasi yang diterbitkan oleh SMF bisa mendapatkan rate yang lebih menarik sehingga dapat mengefisienkan dana yang disalurkan kepada MBR,” kata Herry.

Reporter: Zahwa Madjid