Pasar amonia hijau dan amonia biru diproyeksikan akan terus tumbuh didorong oleh tren dekarbonisasi dan aksesibilitas energi terbarukan. Kebutuhan amonia hijau akan terus meningkat serta bisnis pupuk dan industri terkait terus melakukan dekarbonisasi.
International Renewble Energy Agency atau IRENA memperkirakan 12% energi dunia akan menggunakan hidrogen pada tahun 2050. Pasar amonia hijau pada tahun 203o diprediksi akan mencapai US$ 852 juta atau naik 43% dari tahun 2019 yakni US$ 17 juta.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Pahala Mansury mengatakan Indonesia merupakan salah satu kawasan di Asia Pasifik yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan bahan bakar bio dan bahan bakar elektronik bebas hidrogen.
“Hidrogen yang dihasilkan dari proses amonia dapat dimanfaatkan baik untuk transportasi maupun sumber energi,” kata Pahala dalam acara Pupuk Indonesia Clean Ammonia Forum (PICAF), Kamis (30/3).
Sebagai informasi, amonia merupakan senyawa kimia yang terdiri dari unsur Hidrogen dan Nitrogen. Amonia biasanya berbentuk gas, namun bisa juga dibuat menjadi cair. Selain sebagai bahan baku pupuk, amonia juga dapat direaksikan menjadi berbagai produk yang bermanfaat, salah satunya sumber energi masa depan.
Pahala juga menjelaskan, kecenderungan dekarbonisasi mendorong perusahaan pupuk dunia untuk mengurangi emisi dan meningkatnya jumlah pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan. Maka dari itu, pihaknya terus mendorong pengembangan bisnis amonia bersih atau clean ammonia seperti yang dilakukan PT Pupuk Indonesia (Persero).
“Pupuk Indonesia adalah salah satu produsen grey amonia dengan jumlah 7 juta ton produksi per tahun. Dengan fasilitas yang sudah pupuk Indonesia miliki, dapat diubah menjadi fasilitas produksi blue/green amonia,” kata Pahala.
Pupuk Indonesia juga terus mengembangkan bisnisnya. Salah satunya dengan penyediaan ekosistem energi yang lebih ramah lingkungan, dalam hal ini amonia biru dan amonia hijau. Pupuk Indonesia pun telah menyusun peta jalan (roadmap) pengembangan amonia biru dan hijau untuk tahun 2030-2050.
Target untuk 2030, akan ada 3 proyek hybrid amonia hijau dan 3 proyek amonia bitu dengan kapasitas total 9,24 ton metrik dan nantinya pada 2050 menjadi 3 proyek hybrid green ammonia, 5 proyek amonia biru dan 5 proyek berskala besar green ammonia.
Direktur Utama Pupuk Indonesia, Bakir Pasaman dalam kesempatan yang sama mengatakan dukungannya terhadap komitmen Indonesia dalam mencapai emisi nol karbon atau net zero emissions.
“Harapannya, kita dapat mengakselerasi implementasi inovasi teknologi dan penembangan kebijakan untuk memperkuat amonia bersih. Ini menjadi komitmen Pupuk Indonesia juga untuk Sustainable Development Goals Indonesia,” kata Bakir.
Pada tahap awal, proyek pilot Pupuk Indonesia akan difokuskan pada perluasan amonia biru dan hijau di Iskandar Muda Industrial Area yang berada di Lhokseumawe, Aceh dengan luas lahan sekitar 130 hektar are.
Iskandar Muda Industrial Area atau IMIA merupakan kawasan baru yang dimiliki oleh PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) melalui proses pembelian area eks PT AAF diakhir tahun 2018 dan lokasi IMIA tersebut berdampingan dengan lahan eksisting PIM. IMIA merupakan aksi korporasi dan bagian dari Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) PT PIM.
Diperkirakan pada tahun 2030-2040 sudah akan ada pabrik amonia dengan luas 25 hektar are dan pada tahun 2040-2050 pabrik amonia hijau dengan luas 36 hektar are.