Anak usaha Pertamina yang bergerak dalam sektor panas bumi, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), membukukan kenaikan laba bersih sebesar 49,7% sepanjang tahun 2022.
PGE meraup laba bersih senilai US$ 127,3 juta atau sekitar Rp 1,9 triliun dengan asumsi kurs rata-rata Rp 14.981 per US$. Jumlah tersebut naik dari pencapaian 2021 yakni senilai US$ 85 juta atau sekitar Rp 1,2 triliun.
Sekretaris Perusahaan Pertamina Geothermal Energy, Muhammad Baron mengatakan sepanjang 2022, perusahaan mencatat peningkatan pendapatan operasional sebesar 4,7% secara tahunan atau year-on-year (yoy) yang berkontribusi pada kenaikan pendapatan sebesar US$ 17 juta.
Adapun, pendapatan usaha PGEO di tahun 2022 meningkat meningkat 4,67% menjadi US$ 386,06 juta dari tahun sebelumnya US$ 368,82 juta.
"Salah satu faktor peningkatan tersebut berasal dari meningkatnya harga jual uap dan listrik yang mengacu pada US Producer Price Index (PPI) dan Consumer Price Index (CPI)," ujar Baron dalam siaran pers, Kamis (30/3).
Selain itu, kenaikan laba ini didukung beban operasional perusahaan yang turun signifikan sebagai hasil dari program efisiensi yang dijalankan oleh perusahaan.
Beban pokok pendapatan dan beban langsung lainnya perseroan dibukukan berkurang 4,95% sepanjang tahun 2022 menjadi US$ 173 juta. Sedangkan sepanjang 2021 tercatat US$ 182 juta.
Dari sisi pendapatan lain-lain, PGEO juga membukukan penjualan kredit karbon sebagai penghasil pendapatan baru.
Jumlah aset perseroan pun meningkat 3,25% menjadi US$ 2,4 miliar sepanjang tahun 2022 dari tahun sebelumnya, 2021 jumlah aset PGEO US$ 2,3 miliar
Liabilitas PGEO pun meningkat 4,31%menjadi US$ 1,2 miliar sepanjang 2022. Pada tahun 2021, dibukukan liabilitas US$1,1 miliar. Sementara itu, pada neraca ekuitas terdapat peningkatan 2,12% menjadi US$ 1,25 miliar sepanjang tahun 2022 dari tahun sebelumnya US$ 1,22 miliar.
PGEO berharap dapat meningkatkan kapasitas terpasang sebesar 600 megawatt (MW) pada tahun 2027. Saat ini perusahaan sedang membangun PLTP Lumut Balai Unit 2 dengan kapasitas sebesar 55 MW yang direncanakan akan beroperasi secara komersial pada akhir 2024.
Selain itu, PGEO sudah menyelesaikan Front End Engineering Design (FEED) untuk fasilitas Fluid Collection and Reinjection System (FCRS).
Tahap ini merupakan bagian dari proyek pembangunan PLTP Hulu Lais Unit 1 dan 2 dengan kapasitas terpasang sebesar 2 x 55 MW yang diharapkan beroperasi secara komersial (Commercial Operation Date) pada tahun 2026.
“Ke depannya perseroan akan fokus mengoptimalkan aset panas bumi yang sudah dimiliki,” kata Baron.
Salah satunya dengan meningkatkan kapasitas produksi melalui metode co-generation technology dengan memanfaatkan air panas (brine) yang ada untuk membangkitkan tenaga listrik. Teknologi co-generation sudah diimplementasikan pada PLTP Lahendong dengan memanfaatkan brine sisa produksi uap sebesar 700 KW.