Emiten perbankan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) melakukan pemecahan nilai nominal saham atau stock split dengan rasio 1:2. Dari nilai nominal Rp 250 per saham menjadi Rp 125 per saham.
Manajemen menyatakan, sebelum pemecahan saham, nilai nominal saham perseroan adalah Rp 250 per saham dengan jumlah saham 46,6 miliar saham. Setelah pemecahan saham, nilai nominal adalah Rp 125 per saham dengan jumlah saham sebesar 93,3 miliar saham.
Berdasarkan keterbukaan informasi BEI, Selasa (4/4) merupakan awal perdagangan dengan nilai nominal baru di pasar reguler dan negosiasi. Maka dari itu, tidak heran jika saham perseroan menjadi salah satu yang paling ramai ditransaksikan di bursa hari ini.
Namun pergerakan saham BMRI hingga sesi pertama perdagangan hari ini anjlok hingga 1,90% ke level Rp 5.150 per saham. Volume perdagangan saham mencapai 51,1 juta dengan nilai transaksi Rp 264 miliar dan frekuensi 12 ribu kali. Sedangkan kapitalisasi pasar perseroan Rp 480 triliun. Bahkan penurunan menjadi lebih dalam dengan menurun 2,14% pada pukul 13.30 WIB.
Sebagai informasi, tanggal penentuan daftar pemegang saham dan rekening efek yang berhak atas saham hasil stock split pada 5 April, periode peniadaan perdagangan di pasar tunai selama 2 hari bursa pada 4-5 April, awal perdagangan dengan nilai nominal baru di pasar tunai pada 6 April.
Melihat laporan keuangannya, Bank Mandiri meraup laba bersih Rp 41,2 triliun hingga kuartal IV 2022. Laba bank pelat merah tersebut naik 46,9% secara tahunan.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan, perolehan laba tersebut memperkuat permodalan Bank Mandiri. Hal tersebut sebagai faktor utama perusahaan untuk memiliki kemampuan dalam melakukan ekspansi bisnis, terutama mendukung fungsi intermediasi dalam menyalurkan kredit.
“Bank Mandiri telah secara aktif menggarap segmen digital banking untuk mendukung transformasi digital sebagai bisnis yang berkelanjutan dengan menangkap peluang di seluruh sektor dan segmen potensial,” katanya dalam paparan kinerja keuangan Bank Mandiri, Selasa (31/1).
Darmawan menyebut, pertumbuhan laba bersih ditopang optimalisasi fungsi intermediasi perseroan. Hingga akhir 2022, kredit secara konsolidasi tercatat tumbuh 14,48% menjadi Rp 1.202,2 triliun.
Adapun, rasio non performing loan (NPL) Bank Mandiri secara bank only menurun sebesar 93 basis poin (bps) ke level 1,88%. Meski NPL relatif menurun, perseroan tetap melakukan peningkatan rasio pencadangan atau NPL coverage ratio hingga 311% pada akhir tahun 2022.
"Bank Mandiri telah membukukan biaya CKPN secara bank only sebesar Rp 10,3 triliun dengan rasio NPL coverage berada di level yang memadai," kata Darmawan.