Kawasan industri Pulau Obi yang terletak di Halmahera Selatan, Maluku Utara ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Pepres) Republik Indonesia nomor 109 tahun 2020.
Harita Nickel atau PT Trimegah Bangun Persada bersama dengan entitas anak perseroan telah ditunjuk sebagai pengambil inisiatif dan pelaksana proyek dari kawasan industri ini.
Untuk itu perseroan membuka peluang kerja sama dengan berbagai pihak dalam proses hilirisasi nikel khususnya dalam memenuhi kebutuhan kendaraan listrik akan baterai.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, pembangunan kawasan industri terkait hilirisasi nikel khususnya di kendaraan listrik diperlukan. Apalagi tren industri sedang mengarah ke sumber energi yang lebih murah dan hijau.
Hilirisasi nikel menurutnya juga amat penting guna mengurangi ketergantungan terhadap harga komoditas dunia yang berfluktuatif.
"Yang bergantung ke harga internasional yang (nikel) mentah ini. Supaya tidak terombang-ambing dengan commodity boom kita harus punya nilai tambahnya yakni pengolahan, hilirisasi itu," kata Josua dikutip Selasa (11/4).
Ia pun meyakini minat otomotif dunia terhadap industri baterai listrik akan makin besar ke depannya. Sehingga produsen otomotif Jepang perlahan-lahan akan makin yakin untuk investasi di baterai listrik.
"Jepang sebenarnya sudah melirik tapi mereka masih menunggu, apakah industri baterai listrik akan berkembang atau tidak. Beda dengan Cina dan Korea yang berani investasi besar-besaran di awal. Jepang lebih hati-hati, tapi kalau nanti sudah terbukti dan konsisten dia pun akan ikut," ujar Josua.
Adapun cadangan limonit yang dikembangkan dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) ini bisa berproduksi sampai 73 tahun. "Tinggal bagaimana industri bisa kurangi emisi karbon," kata ia.
Selain itu pengembangan kawasan industri di Pulau Obi, menurut Josua juga akan berdampak ke wilayah Maluku Utara. Hal itu sudah tercermin dari pertumbuhan ekonomi di provinsi tersebut yang lebih besar ketimbang provinsi lainnya di Indonesia. Di mana hal ini menurutnya bagus untuk mengurangi Jawa sentris.
"Dari 2010-2019 flat pertumbuhan, pandemi agak melambat tapi dengan hilirisasi nikel di 2021-2022 investasinya naik sehingga berdampak positf ke kinerja ekspor di Maluku Utara," katanya.
Meski begitu, pengembangan kawasan industri baterai listrik ini menurutnya masih menghadapi tantangan, khususnya dalam hal pembangkit listrik dan logistik. Apalagi untuk sampai ke Pulau Obi harus menggunakan kapal laut selama 3 jam dari Labuha.
Sebelumnya, Director of Health, Safety and Environment Harita Nickel Tonny H Gultom mengatakan, dengan adanya produksi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) serta nikel sulfat dan kobalt sulfat yang merupakan bahan baku dasar baterai kendaraan listrik maka perseroan menilai perlu ada pengembangan lanjutan. Hal ini merupakan bagian dari transformasi dari hanya tambang ke hilirnya.
“Kawasan industri yang akan kita bangun adalah kawasan industri berbasis tambang nikel. Ada kesempatan bagi investor untuk pengembangan ke arah hilirnya. Kalau ada investor berencana bangun sampai hilirnya kita welcome. Mereka bawa teknologinya, kita alokasikan lahan 15.000 hektare,” ujarnya kepada media di Pulau Obi, Maluku Utara dikutip Senin (10/4).
Sejauh ini proses untuk dapat menarik investor tersebut kata dia sedang berjalan. Di mana master plan, persetujuan feasibility study dan Amdal ditargetkan akan diraih tahun ini. Sehingga tahun depan, Harita Nickel sudah bisa mulai melakukan penawaran kerja sama tersebut.
Adapun dari enam tahapan yang diperlukan untuk membuat kendaraan listrik, dua tahap dimiliki oleh Harita Nickel. “Harita sudah di tahap 60% untuk mendekati baterai listrik,” ucap Tonny.