Dua maskapai penerbangan asal Timur Tengah, Emirates dan Etihad yang dikabarkan bakal menjadi investor baru yang potensial bagi PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebelumnya membidik investor asing dengan target pendanaan mencapai US$ 300 hingga US$ 400 juta atau setara Rp 5,94 triliun.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyebut informasi tersebut tidaklah akurat. "Itu misleading," kata Irfan dalam wawancara khusus bersama Katadata.co.id, dikutip Rabu (12/4).
Irfan bercerita, saat Garuda Indonesia memulai restrukturisasi, perusahaan mempunyai wacana untuk melakukan restrukturisasi melalui dua tahap.
Pertama, dengan melakukan aksi korporasi penambahan modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue oleh pemerintah. Kedua, yaitu pemerintah melepaskan sahamnya untuk mengundang investor. Dari kedua hal itu, ada harapan untuk mendapat suntikan dana ke Garuda Indonesia.
Saat dirinya menyampaikan kedua wacana tersebut, DPR mengizinkan untuk Garuda melakukan restrukturiasi dengan syarat kepemilikan saham pemerintah tetap di atas 51%.
"Setelah proses itu, saya temani Pak Erick Thohir ke UAE untuk ketemu dengan investor strategis yang potensial. Dalam hal ini maskapai," katanya.
Irfan menuturkan, pertemuan perdananya itu untuk menyampaikan inisiatif dan mengatakan kepada calon investor tersebut apabila berminat untuk berinvestasi, maka pihak Garuda membuka diskusi lebih lanjut.
"Jawaban dari mereka tak begitu penting karena di situ tidak ada follow up (mengenai investasi ke Garuda) dan setelah restrukturisasi pertama sampai hari ini, tidak ada tanda kita akan melakukan right issue kedua," katanya.
Irfan mengaku saat ini Garuda belum memerlukan rights issue kedua melihat likuiditas perusahaan yang masih mencukupi. Namun, jika pemilik saham ingin melakukan sesuatu yang berbeda dan perlu dana maka akan dilakukan.
"Terakhir ketemu dengan Pak Tiko, ini bukan agenda yang high priority buat beliau sehingga sampai akhir tahun ini belum akan terlaksana," katanya.
Sebelumya, GIAA dikabarkan akan menggelar penambahan modal tanpa memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement. Perusahaan pelat merah itu juga membidik investor asing dari Timur Tengah dalam aksi private placement dengan target hingga US$ 400 juta.
Catatan Katadata.co.id, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo atau Tiko mengaku sudah berbicara dengan perusahaan penerbangan di Timur Tengah. Namun, pembicaraan tersebut belum sampai pada tahapan penentuan nilai investasi.
Kartika juga berharap akan ada kelanjutan informasi mengenai proyeksi nilai investasi pada Maret 2023. "Ada beberapa perusahaan penerbangan yang sudah bicara dengan kami. Ditargetkan setidaknya US$ 300 juta sampai US$ 400." kata Tiko kepada wartawan di Fairmont Hotel, Rabu (1/2).