Lo Kheng Hong berharap PT ABM Investama Tbk bisa menjadi wonderful company atau emiten pencetak uang. Investor kawakan itu merupakan pemegang saham ke dua terbesar di perusahaan energi terintegrasi tersebut dengan kepemilikan jumlah saham 113,6 juta.
Emiten dengan kode saham ABMM ini menurutnya bisa menjadi wonderful company. Hal itu berdasarkan price earning ratio (PER) dan price to book value (PBV) yang terbilang masih sangat rendah.
Adapun PER ABM Investama berada di posisi 1,53 kali dengan PBV berada di posisi 0,99 kali.
Selain itu, secara fundamental ABM Investama memiliki kinerja yang cemerlang pada kuartal pertama 2023. Bahkan laba ABMM disebutnya lebih besar dibandingkan emiten besar lainnya seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
“Laba ABM Investama pada kuartal I ini lebih besar dari Bukit Asam, lebih besar dari Indika Energy, lebih besar dari Unilever, dan lebih besar dari INCO. Wah hebat itu semoga jadi wonderful company,” katanya dalam Investalk KSPM FEB UI 2023 “Navigating Your Future Wealth: Essential Roadmap for Young Investor” dikutip Jumat (19/5).
ABM Investama membukukan laba bersih US$ 106 juta atau setara dengan Rp 1,6 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per dolar AS) selama kuartal pertama 2023. Angka tersebut melonjak tajam 233,6% dari kuartal pertama tahun lalu yang hanya US$ 31,8 juta.
Sebagai informasi dalam menentukan investasi Lo Kheng Hong cenderung hanya melihat dari dua rasio tersebut. “Pendekatannya hanya sederhana price earning ratio dan price to book value ya. Itu analisa yang paling mudah paling sederhana, tapi kita harus ingat simple is perfect atau yang sederhana itu yang sempurna,” ujar ia.
PER merupakan rasio yang menggambarkan harga saham sebuah perusahaan dibandingkan dengan keuntungan atau laba yang dihasilkan perusahaan tersebut. Sedangkan PBV adalah rasio harga saham terhadap nilai buku perusahaan.
Sosok yang sering disebut Warren Buffet asal Indonesia itu mengatakan rata-rata portofolionya hanya memiliki PBV di posisi 0,3 kali, sedangkan untuk pendekatan PER rata-rata di posisi 1,5 kali seperti ABMM.
Lo Kheng Hong pun menyatakan dirinya hanya berminat membeli saham perusahaan yang bagus, namun murah atau undervalue. Itu yang sering disebutnya sebagai strategi membeli mobil Mercy dengan harga Bajaj.
Pembagian Dividen
Sementara itu, Jumat (19/5) ini merupakan tanggal cum date dividen di pasar reguler dan negosiasi atas saham ABMM. Lalu pembayaran dividen di tanggal 9 Juni 2023.
ABM Investama memutuskan pembagian dividen tunai senilai US$ 75 juta atau setara Rp 1,1 triliun. Setiap pemegang saham berhak memperoleh dividen senilai Rp 400 per saham. Hal tersebut disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan yang dilaksanakan Rabu (10/5).
Cum date adalah tanggal terakhir untuk seorang investor mendaftarkan diri ke suatu perusahaan untuk mendapatkan dividen dari kepemilikan sahamnya. Artinya jika anda memiliki saham emiten yang membagikan dividen pada akhir perdagangan batas cum date, maka anda berhak atas dividen yang akan dibagikan perusahaan.
Adapun dari emiten koleksinya yang satu ini, Lo Kheng Hong akan mengantongi Rp 45 miliar dari hasil dividen. Ia pun merasa puas dengan nilai dividen yang diberikan ABMM.
Apalagi menurutnya dividend yield-nya lebih besar ketimbang bunga deposito. Secara sederhana dividend yield adalah tingkat keuntungan yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Dividen tahun buku 2022 bahkan lebih besar ketimbang tahun sebelumnya yang hanya Rp 735 miliar atau setara Rp 267 per saham.
“Saya rasa dividen yang dibagikan oleh ABMM sebesar 400 per saham sudah cukup besar. Kalau harga saham ABMM 3.540 hari ini dan dividennya 400 per saham, dividend yield-nya 11,3% jauh lebih tinggi dari bunga deposito,” ujar Lo Kheng Hong kepada Katadata.co.id, Kamis (11/5).
Sepanjang tahun 2022, laba bersih perseroan tercatat US$ 269,9 juta atau meningkat 82,37% dibandingkan tahun 2021 yang sebesar US$ 148 juta.