Perusahaan jalan tol yang dimiliki Jusuf Hamka, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) ditengarai memiliki piutang yang belum dibayarkan oleh negara berupa aset deposito senilai Rp 800 miliar. Nilai ini dihitung berdasarkan deposito awal senilai Rp 78 miliar beserta denda 2% setiap bulan sejak 1998.
Berdasarkan publikasi laporan keuangan CMNP sampai dengan kuartal pertama 2023, perusahaan mengkategorikan deposito berjangka senilai Rp 77,50 miliar sebagai aset yang tidak lancar di PT Bank Yama.
Perusahaan menjelaskan, deposito berjangka yang ditempatkan pada Bank Yama berstatus diblokir sejak tahun 1998 dan telah disisihkan atas kerugian kredit sebesar 100%.
Sebagaimana diketahui, setelah krisis moneter 1998 silam, Bank Yama yang dimiliki oleh Siti Hadianti Rukmana alias Tutut Soeharto menjadi bank gagal dan mendapat dana talangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Tetapi, karena Tutut juga tercatat sebagai pemilik dari CMNP, maka pengembalian dana ditolak Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Jusuf kemudian mengambil alih perusahaan jalan tol ini. Ia pun menegaskan sejak 1997, CMNP tidak lagi terafiliasi dengan Tutut. Pada 24 Februari 2004, perusahaan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengajukan gugatan sebesar Rp 77,50 miliar berupa deposito, Rp 1,34 miliar bunga dan Rp 76 juta rekening giro kepada BPPN, Tim Pengelola Sementara YAMA, dan Kementerian Keuangan berkenaan dengan dengan deposito berjangka, bunga deposito dan rekening giro yang ditempatkan di Bank Yama.
Lalu, pada 29 September 2004, pengadilan Jakarta Selatan memutuskan BPPN, TPS YAMA dan Kemenkeu melakukan perbuatan melawan hukum dan diwajibkan membayar gugatan tersebut.
"Menghukum BPPN dan TPS YAMA untuk membayar denda sebesar 2% setiap bulan dari seluruh dana yang dimiliki oleh perusahaan terhitung sejak YAMA dibekuusahakan," tulis laporan keuangan perusahaan, dikutip Rabu (14/6).
Atas putusan pengadilan tersebut, pemerintah kemudian mengambil langkah hukum dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, pengajuan kasasi kepada Mahkamah Agung hingga peninjauan kembali kepada MA. Namun, upaya hukum ini ditolak.
Selanjutnya, pada 1 Desember 2011, perusahaan, melalui kuasa hukum juga telah mengajukan permohonan eksekusi putusan ke MA dan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun, hingga saat ini, perusahaan belum juga menerima dana tersebut dan belum mendapat perkembangan atas penyelesaian hak tagih yang dimiliki CMNP kepada Kemenkeu.
Jusuf Hamka menyebut, saat ini pihaknya masih menunggu itikad baik dari Kemenkeu untuk menyelesaikan masalah utang yang belum terbayar selama bertahun-tahun.
"Sampai saat ini belum ada komunikasi dengan Kementerian Keuangan, padahal saya justru ingin berkomunikasi dengan Kemenkeu. Ini yang mengajak berkomunikasi justru Kemenkopolhukam dan saya berterima kasih," ujar Jusuf Hamka kepada Katadata.co.id, Selasa (13/6).
Ia mengaku sudah berkomunikasi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan bawahannya terkait tagihan utang tersebut pada 2021. Namun belum ada kejelasan soal pelunasan.
Sementara itu, Bendahara Negara belum memberikan kepastian mengenai pembayaran utang kepada Jusuf Hamka. Sri menyebut, tagihan utang kepada negara oleh Jusuf merupakan persoalan masa lalu terkait penyelamatan bank saat krisis moneter 1998.