PT Pertamina (Persero) kembali masuk ke daftar perusahaan terbesar di dunia versi Fortune Global 500 tahun 2023. Pertamina jadi satu-satunya perusahaan asal Indonesia yang tersemat dalam lis tersebut di peringkat 141.
Peringkat Pertamina naik 82 dari tahun 2022 lalu di peringkat ke-223. Sedangkan, bila dibandingkan tahun 2021, perusahaan pelat merah itu meningkat 146 dari posisi 287. Kenaikan peringkat tersebut mengacu pada capaian kinerja perusahaan untuk tahun buku 2022 yang meraup kenaikan dari sisi pendapatan maupun laba bersih.
Kriteria pemeringkatan Fortune Global 500 mengacu pada total pendapatan perusahaan per tahun fiskal. Lalu total pendapatan tersebut akan dibandingkan dengan pendapatan di tahun sebelumnya. Tak hanya itu, kriteria pemeringkatan lainnya meliputi jumlah karyawan di akhir tahun tahun maupun jumlah rata-rata per tahun.
Tahun sebelumnya, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan upaya perusahaan meningkatkan daya saing tidak terhalang oleh pandemi, bahkan di tengah tantangan berat perusahaan, kinerja keuangan perseroan melonjak tajam di tahun 2021.
“Inilah yang mengantarkan Pertamina naik peringkat pada Fortune Global 500 tahun 2022. Revenue dan laba bersih meningkat dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Sebuah pencapaian yang luar biasa di tengah tantangan global dan pandemi yang belum berakhir,” kata Nicke, dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (9/8).
Catatan Katadata, Pertamina membukukan laba bersih sebesar US$ 3,8 miliar atau senilai Rp 56,59 triliun (asumsi kurs Rp 14.868 per US$) pada 2022. Laba ini menjadi yang paling besar sepanjang sejarah perusahaan BUMN itu berdiri.
Bila dibandingkan 2021, laba bersih Pertamina menyentuh US$ 2,04 miliar atau Rp 30,41 triliun. Angka itu lebih tinggi dari laba yang ditorehkan pada 2020 lalu yang sebesar US $1,05 miliar atau Rp 15,62 triliun.
Nicke menjelaskan, kinerja laba berhasil naik 86% dibandingkan 2021 karena faktor kontribusi para staf dan efektivitas biaya. Kontribusi paling besar yang menopang kenaikan laba Pertamina adalah penurunan beban biaya.
Menurut Nicke, beban biaya berangsur turun dari 93%-94% dari pendapatan pada 2012-2014 menjadi 89% pada 2022. Kontribusi pengoptimalan biaya periode 2021-2022 berkontribusi pada penghematan hingga mencapai US$ 3,273 miliar. Total aset perusahaan minyak BUMN ini mencapai US$ 87,81 miliar pada tahun 2022.
“Tahun 2022 kami bisa tutup dengan kinerja tertinggi dalam sejarah Pertamina. Kami membukukan keuntungan US$ 3,81 miliar, ekuivalen Rp 56,61 triliun. Revenue meningkat 48% menjadi US$ 85 miliar dolar AS, ini sekitar sepertiga-nya APBN," ujar Nicke.