PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk atau HITS siap menghadapi Parbulk II AS di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Adapun, Parbulk menggugat perusahaan kapal milik Tommy Soeharto itu di pengadilanIndonesia untuk membayar wanprestasi yang terjadi pada 2007.
Parbulk menggugat Humpuss Intermoda untuk membayar kerugian atas wanprestasi tersebut senilai US$ 41,18 juta atau sekitar Rp 731,2 miliar. Parbulk berargumen wanprestasi tersebut terjadi setelah HITS gagal membayar biaya sewa kapal curah Parbulk pada periode 16-15 Juni 2009.
"Gugatan mereka akan kami hadapi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, semoga segera selesai," kata Direktur Utama HITS Tonny Aulia Achmad kepada Katadata.co.id, Jumat (11/8).
Tonny menjelaskan kronologis kasus hukum tersebut telah tertera pada laporan tahun buku 2022. Adapun, laporan tersebut baru dipublikasikan ke publik pada April 2023 setelah melalui proses audit.
Tonny mengatakanperkara tersebut tidak akan mengganggu operasional HITS. "Perseroan akan mengikuti prosedur ketentuan hukum yang berlaku," ujarnya.
Mantan Direktur Utama HITS Theo Lekatompessy mengatakan gugatan bermula pada 2006, sebelum dirinya memimpin perusahaan tersebut. Theo bergabung dengan HITS sebagai Direktur pada 2008 dan menjadi Direktur Utama pada 2012.
Theo membenarkan HITS melakukan sewa-beli kapal pengangkut curah milik Parbulk pada 2007. Aksi korporasi tersebut merupakan bagian dari strategi HITS untuk menyewa dua kapal lainnya sejak 2006.
Transaksi tersebut dilakukan melalui Heritage Maritime Ltd sekitar US$ 70 juta. Nilai tersebut akan dibayar kepada Parbulk secara harian senilai US$ 38.500 selama 60 bulan.
Theo mengakui bahwa HITS gagal bayar tagihan ke Parbulk pada 2009 karena dampak krisis finansial global pada 2008. Krisis menyebabkan tarif jasa pengangkutan kapal saat itu anjlok hingga 70%, namun Parbulk tidak mengubah nilai tagihan yang dikenakan pada HITS.
Namun Theo menekankan HITS secara konsisten membayarkan kewajibannya pada Parbulk sebelum itu. Bahkan, Humpuss mengembalikan kapal tersebut kepada Parbulk untuk memenuhi kontrak, lantaran transaksi tersebut dilakukan dengan skema sewa-beli.
"Masalahnya, Parbulk tidak terima. Mereka masih menuntut ganti-rugi dari seluruh harga kapal selama kontrak," kata Theo via telepon kepada Katadata.co.id.
Pada 1 Juli 2009, Parbulk mengirimkan somasi kepada Heritage untuk membayar sisa tagihan senilai US$ 37,29 juta. Theo menjelaskan, HITS telah berusaha bernegosiasi dengan Parbulk terkait hal tersebut namun berujung buntu.
Berlanjut ke Pengadilan Inggris
Oleh karena itu, masalah tersebut dibawa ke sidang arbitrase yang ada di Inggris. Sengketa tersebut berlanjut ke Pengadilan Tinggi Inggris dan dimenangkan oleh Parbulk.
"Karena hukum Inggris, Parbulk perusahaan Inggris, hakimnya asal Inggris, pengacaranya asal Inggris, ya kalah Indonesia," ujarnya.
Atas keputusan tersebut, Parbulk menyita kapal milik Humpuss Intermoda yang ada di Malaysia dan Singapura. Selain itu, Parbulk juga menutup rekening bisnis HITS di New York.
Theo juga menuding Parbulk menyerang Tommy Soeharto karena masalah tersebut. "Banyak sekali koran-koran di London menyerang secara pribadi Pak Tommy sekitar 2010-2012," ujarnya.
Theo menyampaikan gagal bayar juga terjadi pada dua kapal lain yang dibeli dengan skema beli-sewa pada 2006-2007. Alhasil, perusahaan mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas ketiga debitur tersebut.
Theo mencatat ketiga debitur tersebut menunjuk seorang likuidator asing dalam PKPU tersebut, yakni Borrelli Walsh. Namun, Walsh mengirimkan surat kepada pengadilan yang intinya menyatakan ketiga debitur tidak akan berpartisipasi karena tidak mempercayai institusi hukum di Indonesia.
Theo menghitung sengketa antara Parbulk dan HITS telah berlangsung sekitar 15 tahun. Menurutnya, kronologis hukum tersebut telah teraudit secara resmi oleh kantor akuntan Ernst & Young.
Sebelumya, Direktur Parbulk II AS Christian Due menjelaskan Humpuss Intermoda terus menunda pembayaran wanprestasi tersebut bahkan setelah Pengadilan Tinggi Inggris telah memerintahkan Tommy Soeharto itu membayarkan kompensasi.
"Pesan saya, jika perusahaan Indonesia melanggar kewajiban pembayaran dengan pihak asing dan kabur dari putusan pengadilan, maka mereka mencederai reputasi Indonesia sebagai tempat berinvestasi," kata Due dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis (10/8).