Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana untuk melakukan penggabungan usaha alias merger tiga perusahaan aviasi pelat merah. Ketiganya yakni PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), Pelita Air, dan Citilink.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, kementerian terus mengupayakan agar biaya logistik di Indonesia terus menurun sehingga semakin meringankan dunia bisnis. Untuk itu ia mendorong agar efisiensi terus menjadi agenda utama pada perusahaan-perusahaan milik negara yang dipimpinnya.
Setelah melakukan rangkaian program efisiensi pada empat Pelindo, Erick menegaskan akan melanjutkan ke BUMN pada klaster lain, yaitu maskapai penerbangan. Saat ini, terdapat tiga BUMN yang bergerak dibidang penerbangan, yaitu Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air.
Dia menyebut Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat. Perhitungan itu diperoleh dari perbandingan antara Amerika Serikat dan Indonesia.
Di Amerika Serikat, sebut Erick, terdapat 7.200 pesawat yang melayani rute domestik. Di mana terdapat 300 juta populasi yang rata-rata GDP (pendapatan per kapita) mencapai US$ 40 ribu atau setara Rp 612 juta.
Sementara di Indonesia terdapat 280 juta penduduk dengan GDP US$ 4.700 atau Rp 72 juta. Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat.
"Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ujar Erick di Tokyo, Jepang, dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (22/8).
Untuk mengurangi ketertinggalan jumlah pesawat tersebut, Erick tidak menutup kemungkinan adanya penggabungan ketiga maskapai BUMN ini.
"BUMN terus menekan biaya logistik. Sebelumnya biaya logistik mencapai 23%, sekarang jadi 11%. Kami juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," katanya.
Mengenai hal itu, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan bahwa rencana tersebut masih dalam pembicaraan.
"Masih dalam diskusi, belum ada conclude," kata Irfan kepada Katadata.co.id, Selasa (22/8).