PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) membukukan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk US$ 873,8 juta, setara Rp 13,4 triliun dengan asumsi Rp 15.316 per dolar AS pada paruh pertama 2023. Laba Adaro tergerus 27,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya US$ 1,2 miliar atau Rp 18,8 triliun.
Menelisik laporan keuangan ADRO, Rabu (23/8) pendapatan usahanya yakni US$ 3,5 miliar atau Rp 53,3 triliun. Penjualan batu bara pada pihak ketiga menurun 4,9% dari periode semester pertama tahun lalu US$ 3,4 miliar. Rinciannya berasal dari penjualan ekspor US$ 2,8 miliar dan domestik US$ 396 juta.
Pendapatan turut diperoleh dari jasa pertambangan senilai US$ 64,7 juta dari sebelumnya US$ 56,8 juta. Selain itu dari pihak berelasi, untuk penjualan batu bara ADRO meraih US$ 106,7 juta, dibandingkan sebelumnya US$ 12,8 juta.
Beban pokok pendapatan Adaro tercatat US$ 2 miliar setara Rp 31,1 triliun, membengkak 34,1% pada paruh pertama 2023. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelum US$ 1,5 miliar.
Adapun rinciannya yaitu total beban pokok pendapatan penjualan batu bara US$ 1,9 miliar. Lalu total beban pokok pendapatan untuk jasa pertambangan US$ 54,6 juta. Terakhir total beban pokok pendapatan lainnya tercatat US$ 18,6 juta. Selanjutnya terdapat beban usaha hingga US$ 240 juta, dibandingkan sebelum US$ 143,1 juta.
Adaro Energy Indonesia membukukan asetnya yang mengalami penurunan 23,7% menjadi US$ 4 miliar, setara Rp 62,1 triliun dari Desember 2022 US$ 5,3 miliar.
Total liabilitas ADRO pada semester pertama 2023 yaitu US$ 2,7 miliar, setara Rp 41,6 triliun. Liabilitas perusahaan turun 36,1% dari Desember 2022 yaitu US$ 4,2. Lalu ekuitas perseroan tercatat US$ 9,7 miliar, dari Desember 2022 yaitu US$ 10,8 miliar.