PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mengajukan penyertaan modal negara (PMN) Rp 6 triliun pada 2024. Kementerian Keuangan memperkirakan kondisi keuangan WIKA baru akan membaik pada 2043 jika perusahaan tidak menerima PMN.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban mengatakan PMN senilai Rp 6 triliun yang diajukan emiten konstruksi pelat merah ini sebagai salah satu strategi untuk memperkuat keuangan WIKA. "Pada 2014 sampai 2022 terjadi pertumbuhan aset yang signifikan yang ditopang oleh peningkatan liabilitas. Jadi, kebanyakan peningkatan aset karena pembiayaan pinjaman atau utang," ujar Rio dalam Rapat Kerja Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (20/9).
Selain itu, WIKA juga merupakan kontraktor dalam proyek kereta cepat Jakarta - Bandung yang masuk ke dalam salah satu proyek strategis nasional (PSN).
Pada kesempatan yang sama, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko WIKA Aditya Kusumo mengatakan, pada kuartal pertama 2023, perusahaan sudah meminta penundaan pembayaran kewajiban pokok kepada perbankan dan lembaga keuangan. "Dengan kondisi retrukturisasi, perbankan tidak lagi bersedia memberikan pinjaman modal kerja untuk menyelesaikan proyek perseroan," kata Aditya dalam paparannya dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Rabu (20/9).
Saat ini, WIKA dalam proses menyelesaikan proyek-proyek strategis. Dari 41 proyek yang tengah digarap WIKA, sebanyak 37 proyek tergolong PSN dan empat proyek Ibu Kota Negara (IKN).
Sebagai informasi, WIKA membukukan rugi periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 1,88 triliun pada semester pertama 2023. Kerugiannya membengkak 14,02% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp 13,32 miliar.
Lalu, beban pokok pendapatan perusahaan perseroan juga membengkak hingga 29,25% menjadi Rp 8,47 triliun pada semester pertama 2023, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 6,55 triliun. Beban pokok pendapatan tertinggi berasal dari infrastruktur dan gedung Rp 4,37 triliun, lalu dari segmen industri Rp 2,01 triliun dan segmen energi dan industrial plant Rp 1,49 triliun.