OJK atau Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin usaha sembilan BPR alias Bank Perkreditan Rakyat sejak awal tahun. Mayoritas karena kinerja bank tidak sehat dari sisi permodalan.
Bank Perkreditan Rakyat Wijaya Kusuma menjadi yang pertama dicabut izinnya oleh OJK, pada 4 Januari. BPR Wijaya Kusuma sebelumnya berada dalam status pengawasan Bank Dalam Penyehatan selama 12 bulan.
Namun BPR Wijaya Kusuma tidak kunjung dapat memenuhi tingkat permodalan dan kesehatan sesuai ketentuan. Oleh karena itu, OJK mencabut izin bank perkreditan rakyat ini.
Terakhir, OJK mencabut izin BPR Bali Artha Nugraha. Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu mengatakan, OJK telah menetapkan BPR Bali Artha Anugrah dalam status pengawasan bank dalam penyehatan dengan predikat tidak sehat pada 19 September 2023.
"Namun demikian, direksi, dewan komisaris dan pemegang saham BPR tidak dapat melakukan penyehatan BPR," kata Rahayu dalam keterangan pers.
Berikut sembilan BPR dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah alias BPRS yang izinnya dicabut oleh OJK :
- Bank Perkreditan Rakyat Wijaya Kusuma
- Bank Perkreditan Rakyat Syariah Mojo Artho Kota Mojokerto
- Bank Perkreditan Rakyat Usaha Madani Karya Mulia
- Bank Perkreditan Rakyat Pasar Bhakti
- Bank Perkreditan Rakyat Purworejo
- Bank Perkreditan Rakyat EDCash
- Bank Perkreditan Rakyat Aceh Utara
- Bank Perkreditan Rakyat Sembilan Mutiara
- Bank Perkreditan Rakyat Bali Artha Nugraha
OJK memang berencana memangkas jumlah BPR dari 1.600 menjadi 1.000. Alasannya, jumlah BPR terlalu banyak dan mayoritas entitas belum memenuhi ketentuan modal inti.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan, masih banyak pemilik atau pemegang saham BPR yang mengelola lebih dari lima unit BPR. Hal ini kini dilarang oleh OJK.
Selain itu, ada Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan alias UUPSK yang mendorong BPR melakukan konsolidasi baik merger maupun akuisisi, atau bahkan mencatatkan perdana saham atau IPO. OJK saat ini sedang menyiapkan Peraturan OJK terkait.