Saham Alibaba yang terdaftar di Bursa Hong Kong turun lebih dari 5%, pada Kamis (23/5). Penurunan saham Alibaba itu dipicu oleh laporan yang menyebutkan bahwa raksasa teknologi asal Cina ini sedang mempertimbangkan untuk menjual obligasi konversi demi mengumpulkan dana US$5 miliar (Rp 79,5 triliun).
Saham Alibaba ditutup turun 5,24% setelah jatuh lebih dari 6% pada perdagangan intraday menyusul laporan Bloomberg mengenai obligasi konversi tersebut.
Pada perdagangan premarket di New York, saham Alibaba yang tercatat di New York Stock Echange (NYSE) juga turun 2,03% pada pukul 05:44 pagi waktu setempat. Menurut data LSEG, Alibaba menjadi pemain terburuk ketiga di indeks Hang Seng pada hari ini.
Bloomberg, mengutip sumber-sumber anonim, mengatakan bahwa penawaran obligasi konversi Alibaba paling cepat direalisasikan pekan ini. CNBC tidak dapat mengonfirmasi laporan tersebut, Alibaba juga tidak segera menanggapi permintaan komentar dari CNBC.
Awal pekan ini, JD.com yang merupakan pesaing Alibaba di bisnis e-commerce Cina, mengambil langkah serupa dengan menawarkan surat utang senior konversi senilai US$1,75 miliar (Rp 27,8 triliun). Surat utang itu akan jatuh tempo dalam lima tahun dengan kupon 0,25% per tahun.
Alibaba melewati tahun 2023 yang penuh turbulensi. Hal ini mencakup perombakan struktur perusahaan yang ekspansif dan berujung pada penurunan laba bersih kuartal keempat 2023 sebesar 86%.
Untuk menarik investor, perusahaan mengumumkan bahwa mereka meningkatkan jumlah program pembelian kembali sahamnya sebesar US$25 miliar (Rp 397,5 triliun), pada Februari lalu.
Strategi Alibaba Mendorong Pertumbuhan Bisnis
Awal tahun ini, CEO Alibaba Eddie Wu berjanji untuk menghidupkan kembali pertumbuhan perusahaan dengan investasi lebih lanjut. Tanda-tanda awal menunjukkan bahwa strategi ini akan diterapkan pada kuartal pertama tahun depan.
Tambahan modal dapat meningkatkan aktivitas inti perusahaan di sektor e-commerce. Saat ini, perusahaan-perusahaan e-commerce menghadapi perlambatan domestik yang disebabkan oleh pengeluaran yang berhati-hati di kalangan konsumen Cina.
Perekonomian Cina yang lebih luas memulai pemulihan yang lamban pasca dibukanya pembatasan Covid-19. Menurut Xinhua, angka resmi terbaru menunjukkan kenaikan 11,5% secara tahunan (year-on-year) dalam penjualan ritel online Cina.
Alibaba juga mempertahankan ambisinya untuk menangkap pangsa pasar lebih lanjut di pasar kecerdasan buatan (AI) dan layanan komputasi awan (cloud computing). Perusahaan merilis versi terbaru dari model bahasa besar Tongyi Qianwen - perangkat lunak yang dapat mendukung aplikasi kecerdasan buatan - pada awal bulan ini. Peluncuran pertama teknologi tersebut dilakukan pada April 2023.
Baru-baru ini, Reuters melaporkan bahwa Alibaba bergabung dalam perang harga yang meningkat di Cina dengan memangkas biaya hingga 97% pada berbagai large language models (LLM) yang digunakan dalam industri AI generatif.
Saham Alibaba cenderung menguat pada tahun ini, naik 4,03% di Bursa Efek Hong Kong dan 6,67% di bursa New York.