Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menggencarkan konsolidasi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) di bawah Pemerintah Daerah atau Pemda. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya kebangkrutan BPR dan BPRS.
"Ke depan banyak konsolidasi dilakukan untuk memenuhi modal inti Rp 6 miliar, konsolidasi dilakukan BPR maupun BPRS dan kami sudah berdiskusi ke Kemendagri," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae dalam konferensi pers virtual Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK secara virtual, Senin (10/6).
Menurut Dian upaya penguatan bank perekonomian dilakukan dengan konsolidasi BPR milik Pemda dengan Bank Pembangunan Daerah atau BPD. BPR yang dikonsolidasikan ini akan dipimpin BPD.
"Kami akan lihat skema ini apakah akan betul-betul berfungsi optimal dan bisa memberi dukungan kepada UMKM di berbagai daerah," ujar Dian.
Dian menilai BPD mengantongi potensi yang besar dalam konteks penyelamatan BPR. Ia mencontohkan bila sewaktu-waktu kondisi BPR yang dibawahinya mengalami penurunan maka BPD akan melakukan langkah strategis. OJK menurut dia menciptakan skema kelompok usaha bersama atau KUB untuk BPD khususnya kepada yang belum memenuhi modal inti minimum Rp 3 triliun.
Sementara itu, manajemen PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM) menyatakan terdapat tiga kandidat Bank Pembangunan Daerah yang akan membentuk kelompok usaha bank atau KUB. Ketiganya ialah Bank Lampung, Bank Banten, dan Bank Nusa Tenggara Barat (NTB) Syariah. Salah satu kandidat BPD yang digandeng oleh BJTM, yakni Bank NTB Syariah.
Direktur Utama Bank Jatim Busrul Iman sebelumnya mengatakan, khusus untuk Bank NTB Syariah prosesnya sudah diawali cukup lama. Saat ini, prosesnya sudah sampai kepada tahapan administratif, kelembagaan, serta uji tuntas atau due diligent yang melibatkan pihak ketiga seperti akuntan publik.
Busrul menambahkan seusai penandatanganan tersebut, BJTM akan melaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dirinya beralasan, dipilihnya Bank NTB Syariah karena ada kesamaan bisnis dan potensi yang sangat bagus.
Sebelumnya OJK mencabut izin usaha ke-12 BPR. Pencabutan dilakukan karena tidak mampu melakukan penyehatan bank. Anggota Dewan Komisioner LPS, Didik Madiyono, menjelaskan bahwa penyebab kebangkrutan 12 BPR tersebut termasuk kecurangan atau fraud dan masalah manajemen perusahaan.
Adapun Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah mengalokasikan dana sebesar Rp 300 miliar untuk membayar klaim simpanan nasabah dari 12 BPR yang dicabut izinnya oleh OJK sejak awal Januari 2024.