Stockbit Sekuritas memproyeksikan kinerja keuangan emiten rokok akan naik setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan kenaikan cukai hasil tembakau atau CHT belum akan diterapkan pada 2025. Emiten yang akan mendapatkan sentimen positif dari pembatalan kenaikan cukai ini adalah PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM).
Tim Analis Stockbit Sekuritas menilai bahwa keputusan untuk mempertahankan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2025 merupakan perkembangan positif bagi perusahaan rokok. Hal ini karena perusahaan-perusahaan tersebut terus menghadapi tantangan dari tren downtrading atau fenomena di mana konsumen beralih dari produk yang lebih mahal ke produk yang lebih murah.
Tantangan lain yang dihadapi perusahaan rokok adalah penurunan margin yang disebabkan oleh kenaikan cukai yang konsisten selama beberapa tahun terakhir. Pada 2023 dan 2024, rata-rata kenaikan cukai rokok berkisar sebesar 10% per tahun.
“Dengan tidak adanya tekanan tambahan dari kenaikan cukai, perusahaan rokok diperkirakan akan mengalami peningkatan profitabilitas dan pendapatan,” tulis Stockbit Sekuritas dalam risetnya, Selasa (24/9).
Namun, analis Stockbit Sekuritas memperkirakan tren downtrading akan terus berlanjut meskipun tidak ada kenaikan cukai, terutama karena pemerintah berencana menaikkan Harga Jual Eceran (HJE) rokok. Selisih HJE saat ini antara rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) tier 1 dan tier 2 cukup besar, mencapai 64%.
Selisih HJE yang cukup besar membuat produk rokok yang lebih murah lebih menarik bagi konsumen. Apabila penyesuaian HJE tidak mampu mempersempit kesenjangan harga tersebut, Stockbit Sekuritas memperkirakan downtrading kemungkinan besar akan tetap terjadi.
“Perlu dicatat, produsen rokok harus memastikan harga pasar setidaknya 85% dari HJE yang diatur,” kata analis Stockbit Sekuritas dalam risetnya.
Pemerintah Kaji Kenaikan Harga Eceran
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan kenaikan cukai hasil tembakau atau CHT belum akan diterapkan pada 2025. Padahal sebelumnya, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR sudah menyampaikan usulan kenaikan tarif cukai rokok tersebut.
“Sampai dengan penutupan pembahasan RUU APBN 2025 yang Minggu lalu sudah ditetapkan DPR, posisi pemerintah untuk penyesuaian CHT 2025 belum akan dilaksanakan," kata Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani dalam konferensi pers APBN KiTA edisi September 2024, Senin (23/9).
Alih-alih menaikkan tarif cukai rokok, pemerintah justru berencana untuk mengeluarkan kebijakan alternatif melalui penyesuaian harga jual eceran (HJE) untuk produk tembakau. Dengan begitu, harga jual rokok eceran berpotensi naik.
"Dengan melakukan penyesuaian harga jual di level industri, tentunya nanti akan dikaji dalam beberapa bulan ke depan. Untuk bisa dipastikan kebijakan yang akan ditetapkan oleh pemerintah," kata Askolani.
Besaran kenaikan HJE masih dikaji oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu dan akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dalam menyusun kebijakan CHT, pemerintah juga mempertimbangkan adanya fenomena downtrading. Untuk itu, evaluasi akan dilakukan terlebih dahulu sebelum menerapkan penyesuaian tarif cukai rokok.
“Kebijakan CHT menjadi salah satu basis yang akan dievaluasi kembali oleh pemerintah untuk penetapannya,” kata Askolani.
Cukup beralasan pemerintah mengatur kenaikan cukai rokok, sebab komoditas ini berkontribusi besar terhadap penerimaan negara. Bahkan setoran cukai rokok ke negara terus naik. Sampai dengan Agustus 2024 saja, pemerintah mengantongi penerimaan cukai hasil tembakau Rp 138,4 triliun, atau naik 5% secara tahunan (yoy). Di mana kontribusi cukai rokok mencapai Rp 132,8 triliun, naik 5%. Peningkatan cukai rokok disumbang oleh kenaikan produksi rokok golongan II dan golongan III, di mana tarif cukai rokok golongan I cenderung lebih tinggi.