192 Emiten Terdampak Bila OJK Naikkan Batas Free Float, Minimal Butuh Rp 21 T

Katadata/Fauza Syahputra
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK RI, Inarno Djajadi menyampaikan paparan saat Konferensi Pers Dialog Bersama Pelaku Pasar Modal di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (3/3/2025).
3/12/2025, 15.26 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghitung dampak dari penerapan free float dari level 10% hingga 15%. Bahkan, otoritas memprediksi sebanyak 192 emiten bakal terdampak lantaran tak bisa penuhi batas free float. 

Free float adalah porsi saham yang dimiliki publik atau masyarakat, tidak termasuk saham yang dikuasai pemegang saham pengendali, pemegang saham mayoritas, komisaris, direksi, maupun karyawan perusahaan. Saham jenis ini sepenuhnya berada di tangan investor publik dengan kepemilikan kurang dari 5% per individu. 

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyampaikan OJK bersama BEI kini tengah menuntaskan proses finalisasi revisi Peraturan I-A, khususnya terkait usulan kebijakan free float yang baru. 

Salah satu poin perubahan yang diusulkan adalah penyesuaian perhitungan jumlah saham free float saat IPO, yaitu hanya menghitung porsi saham yang ditawarkan kepada publik dan tidak memasukkan kepemilikan pemegang saham pra-IPO.

Initial free float IPO ya, akan dilakukan penyesuaian kriteria atau menentukan dasar minimum free float pada saat IPO dan kriteria nilai ekuitas ke kriteria berdasarkan kapitalisasi pasar,” kata Inarno dalam Rapat Kerja dengan Ketua DK OJK di Komisi XI DPR RI, Rabu (3/12). 

Inarno menjelaskan OJK akan menerapkan masa transisi untuk kebijakan free float. Untuk emiten baru wajib menjaga tingkat initial free float berlaku selama satu tahun setelah IPO, kemudian diberikan masa transisi tambahan selama empat tahun untuk memenuhi ketentuan continuous obligation. Sementara bagi emiten yang sudah tercatat di bursa, masa transisi untuk menyesuaikan kewajiban continuous obligation ditetapkan selama tiga tahun.

OJK juga telah menghitung tingkat kepatuhan emiten terhadap berbagai skenario batas minimum free float. Inarno mengatakan apabila batas 10% diterapkan, ada 751 emiten yang memenuhi ketentuan dan 192 emiten yang belum comply.

Pada skenario 12,5%, kata Inarno, jumlah emiten yang tidak memenuhi meningkat menjadi 270, sementara yang comply turun menjadi 673. Lalu jika batas dinaikkan ke 15%, hanya 616 emiten yang memenuhi, sementara 327 lainnya belum memenuhi persyaratan.

“Jadi kami memang melihat bahwasanya ini perlu untuk ada masa transisi untuk tersebut,” ujar Inarno. 

OJK juga menghitung kebutuhan dana yang harus diserap pasar apabila ketentuan free float baru diterapkan. Inarno mengatakan apabila batas free float naik 10%, kebutuhan dananya diperkirakan mencapai sekitar Rp 21 triliun. Sementara itu, jika batas dinaikkan menjadi 15%, pasar harus menyerap tambahan saham dengan nilai sekitar Rp 203 triliun.

“Oleh karena itu ada beberapa strategi pendalaman strategi yang dalam proses pembahasan,” ucap Inarno. 

Free Float Berdasarkan Kapitalisasi Pasar

Kemudian Inarno juga menambahkan bahwa regulasi free float yang berlaku saat ini masih menggunakan ukuran ekuitas sebagai dasar perhitungan. Ia menyebut kedepannya, OJK mengusulkan agar free float menggunakan kapitalisasi pasar, sekaligus menerapkan sistem tiering yang baru. 

Saat ini, emiten dengan ekuitas di bawah Rp 500 miliar wajib memiliki free float 20%, ekuitas Rp 500 miliar–Rp 2 triliun sebesar 15%, dan di atas Rp 2 triliun sebesar 10%. 

Dalam usulan baru, nantinya kategori akan bergeser menjadi berbasis market cap atau kapitalisasi pasar. Perusahaan dengan valuasi di bawah Rp 5 triliun wajib memiliki free float 20%, market cap Rp 5–50 triliun sebesar 15%, dan di atas Rp 50 triliun sebesar 10%. Skema baru ini menyesuaikan praktik terbaik bursa global seperti Hong Kong, Malaysia, dan Singapura.

Ia juga menjelaskan ketentuan continuous obligation yang saat ini berada di level 7,5% akan dinaikkan. Inarno menyebut OJK kini memfinalisasi ketentuan baru dengan rentang target minimum 10–15%, yang akan diterapkan melalui evaluasi dan peninjauan bertahap agar dampaknya optimal terhadap kenaikan free float.

Dalam menentukan kebijakan ini, OJK mempertimbangkan sejumlah faktor, termasuk peningkatan likuiditas pasar, besaran kapitalisasi perusahaan, serta minat dan partisipasi investor.

“Lalu daya serap dari pasar itu juga sangat penting dan upaya menjaga minat korporasi domestik untuk go public ya,” ungkap Inarno.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Nur Hana Putri Nabila