Setelah cadangan devisa merosot untuk membiayai operasi penguatan rupiah, Bank Indonesia (BI) memperkirakan jumlahnya bakal naik menjadi US$ 125 miliar pekan depan.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, kenaikan cadangan devisa pekan depan dipengaruhi oleh penerbitan surat utang global oleh pemerintah, yang rencananya akan diterbitkan 15 April 2020.
"Begitu setelmen selesai, cadangan devisa akan mendekati angka US$ 125 miliar," kata Perry, dalam konferensi video di Jakarta, Kamis (9/4).
Sebelumnya, pemerintah telah merilis surat utang global di tengah penyebaran pandemi corona, dengan nilai mencapai US$ 4,3 miliar atau sekitar Rp 69,4 triliun. Surat utang tersebut dirilis Selasa (7/4) dan akan diterbitkan pada Rabu (15/4).
“Kita menjadi negara pertama di Asia yang meluncurkan sovereign bond sejak pandemi corona terjadi,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi video di Jakarta, Selasa (7/4).
(Baca: Stabilkan Nilai Rupiah, Cadangan Devisa Maret Turun US$ 9,4 Miliar)
Surat utang tersebut terdiri dari tiga seri yakni, RI1030 bertenor 10,5 tahun dan akan jatuh tempo pada 15 Oktober 2030. Nilai RI1030 sebesar US$ 1,65 miliar, dengan imbal hasil (yield) yang ditawarkan 3,9%.
Kedua, RI1050 yang memiliki tenor 30,5 tahun dan jatuh tempo pada 15 Oktober 2050. Nilai surat utang seri ini sebesar US$ 1,65 miliar, dengan yield 4,25%. Ketiga, seri RI0470 yang akan jatuh tempo pada 15 April 2070. Nilainya mencapai US$ 1 miliar, dengan yield 4,5%.
Perry mengatakan, bahwa pihaknya meyakini bahwa cadangan devisa ke depan akan terus meningkat. Dengan begitu, dirinya pun optimistis jumlah cadangan devisa lebih dari cukup untuk membiayai impor dan utang pemerintah.
"Selain itu ini juga cukup untuk keperluan stabilisasi nilai tukar rupiah yang termasuk jadi tugas kita bersama," kata Perry.
(Baca: RI Negara Pertama Asia yang Jual Obligasi Global Rp 69 T saat Pandemi)