Corona Ancam Defisit Melebar, Ekonom Usul Pangkas Dana Infrastruktur

Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi. Pemerintah menganggarkan dana infrastruktur tahun ini mencapai Rp 423 triliun.
26/3/2020, 12.12 WIB

Pemerintah telah meminta dukungan DPR agar defisit anggaran pendapatan dan belanja negara diperbolehkan mencapai di atas 3% terhadap produk domestik bruto di tengah pandemi corona. Pengamat Ekonomi INDEF Bima Yudhistira Adhinegara menilai pemerintah perlu menekan defisit APBN dengan memangkas anggaran, terutama infrastruktur. 

Dalam APBN 2020, terdapat anggaran belanja infrastruktur mencapai Rp 423,3 triliun. Pemerintah dapat memangkas alokasi dana infrastruktur dan menggesernya untuk anggaran lain yang lebih penting.

"Anggaran perjalanan dinas dan remunerasi pejabat eselon atas juga bisa dipangkas untuk menutup defisit anggaran," ujar Bhima kepada Katadata.co.id, Kamis (26/3). 

Meski pemerintah diperbolehkan untuk memiliki defisit anggaran di atas 3% terhadap PDB, menurut Bhima, tak mudah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan saat ini. Penawaran surat utang dalam situasi saat ini menelan biaya tinggi. 

Adapun jalan pintas sebenarnya adalah meminjam dari Bank Dunia atau IMF. Namun, ia tak merekomendasikan hal tersebut dan mendorong pemerintah memilih untuk memangkas atau mengefisiensikan anggaran. 

“Ini jelas akan membuat  beban pembayaran bunga utang makin berat. Ruang fiskal kedepannya makin sempit,” kata dia. 

(Baca: Ekonomi Indonesia dalam Skenario Terburuk Akibat Virus Corona)

Sebagai informasi, batas maksimal defisit APBN diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yakni maksimal 3% terhadap produk domestik bruto. 

Namun, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komaruddin menjelaskan, pemerintah dapat melakukan langkah-langkah antisipasi dengan persetujuan DPR dalam keadaan darurat sesuai UU APBN 2020. Persetujuan tersebut dapat dituangkan melalui keputusan rapat kerja antara Banggar DPR dengan pemerintah, yang dicapai dalam 1x24 jam sejak usulan disampaikan ke DPR. 

 “Pemerintah juga dapat menerbitkan perppu yang merevisi beberapa dasar hukum kebijakan yang diperlukan,” kata Puteri ketika dihubungi Katadata.co.id.

(Baca: Bakal Rombak APBN 2020, Sri Mulyani: Asumsi Makro Berubah Luar Biasa)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebut telah meminta restu kepada BPK dan DPR untuk melonggarkan ketentuan terjadi defisit APBN. Hal ini seiring perubahan asumsi makro yang cukup dratis akibat pandemi corona. 

Dalam APBN 2020, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa terseret turun menjadi 2,5% hingga 3% akibat pandemi corona. 

Nilai tukar rupiah juga diasumsikan Rp 14.400 per dolar AS. Sementara pada Selasa (25/3), kurs rupiah di pasar spot ditutup Rp 16.500 per dolar AS. 

Harga minyak juga mengalami perubahan yang signifikan. Pemerintah mengasumsikan harga minyak Indonesia atau ICP pada tahun ini sebesar US$ 63 per barel. Namun, harga minyak dunia kini berada di bawah US$ 30 per barel. 

Reporter: Muchammad Egi Fadliansyah