Pemerintah menawarkan sukuk ritel seri SR012 kepada investor individu mulai kemarin, Selasa (24/2) hingga 18 Maret. Surat utang syariah tersebut dapat dibeli mulai Rp 1 juta hingga Rp 3 miliar dengan tawaran imbal hasil atau kupon sebesar 6,3%.
Penawaran SR012 ini tak lama berselang dari penerbitan surat utang ritel atau savings bond ritel seri 009 yang ditawarkan pada 27 Januari hingga 13 Februari lalu. SBR009 juga dapat dibeli mulai Rp 1 juta hingga Rp 3 miliar dengan kupon minimal 6,3%.
Lantas apa perbedaannya?
SR012 diterbitkan dengan prinsip syariah, serta memiliki underlying asset berupa barang milik negara dan proyek APBN 2020. Sementara SR009 merupakan surat utang ritel konvensional tanpa underlying asset tetapi dijamin negara.
SR012 diterbitkan untuk jangka waktu 3 tahun, sedangkan SBR009 diterbitkan dalam tenor 2 tahun. Meski jangka waktu penerbitan SR012 lebih panjang, surat utang tersebut dapat diperdagangkan. Berbeda dengan SBR yang tak dapat diperdagangkan hingga waktu jatuh tempo, kecuali investor memilih fasilitas early redemption atau pencairan awal.
Adapun SR012 sudah dapat diperdagangkan mulai 11 Juni 2020, sedangkan pencairan awal SBR009 baru dapat dilakukan setahun kemudian atau pada 24 Februari 2021.
(Baca: Terbitkan SUN Retail 6 Kali, Kemenkeu Targetkan Penjualan Rp 50 T)
Kedua surat utang ini juga memiliki tawaran kupon yang sama di awal penerbitan yakni sebesar 6,3%. Namun berbeda dengan SR012 yang memiliki kupon bersifat tetap, SBR009 memiliki kupon mengambang alias dapat berubah sesuai dengan pergerakan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Kupon 6,3% merupakan angka minimal yang diterima investor yang ketika itu ditetapkan dengan perhitungan bunga acuan BI sebesar 5% dan spread 130 bps. Dengan demikian, kupon yang diterima investor tetap sebesar 6,3% jika BI menurunkan bunga tetapi naik jika bank sentral menaikkan bunga acuan.
Adapun BI pada Kamis (20/2) memangkas suku bunga acuannya atau BI 7days reverse repo rate sebesar 0,25% menjadi 4,75%. Tren bunga acuan BI dapat dilihat dalam databoks di bawah ini.
Bagaimana dibandingkan instrumen investasi lain?
ST012 merupakan surat berharga negara yang dijamin oleh pemerintah. Tingkat risikonya hampir mirip dengan deposito lantaran pemerintah hampir tak pernah gagal membayar utang jatuh tempo.
Dengan penurunan bunga acuan BI, suku bunga deposito perbankan pun sesuai tren akan mengikuti tak lama setelahnya. Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan, rata-rata bunga deposito perbankan benchmark LPS pada bulan lalu sebesar 5,59% dengan bunga maksimum 6,5%.
(Baca: Kurs Rupiah Hampir 13.900/US$, Tertekan Kekhawatiran Virus Corona)
Adapun bunga deposito tertinggi pada kelompok bank umum kegiatan usaha atau BUKU IV atau bermodal inti minimal 30 triliun saat ini masih diberikan oleh PT Bank CIMB Niaga Tbk. CIMB Niaga saat ini mematok bunga deposito di antara 5,5% hingga 5,75%.
Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk atau BCA mematok bunga deposito 4,5% hingga 4,75%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI di antara 4,75% hingga 5,5%, serta PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank Negara Indonesia Tbk mematok bunga deposito masing-masing antara 4,25% hingga 5,5%.
Penetapan penjualan SR012 akan dilakukan pada 23 Maret 2020 dan setelmen terhadap hasil penjualan pada 26 Maret 2020. Pembayaran imbal hasil sukuk ritel tersebut akan dilakukan secara perodik setiap bulannya. Kupon pertama akan dibayarkan pada 10 April 2020.
Proses pemesanan pembelian SR012 secara online dilakukan melalui empat tahap yaitu registrasi/pendaftaran, pemesanan, pembayaran, dan setelmen. Pemesanan pembelian disampaikan melalui sistem elektronik yang disediakan oleh 28 Mitra distribusi yang memiliki interface dengan sistem e-SBN.