Kementerian Keuangan atau Kemenkeu mencatat posisi utang pemerintah per akhir Januari 2020 sebesar Rp 4.817,55 triliun. Dengan begitu, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto atau PDB menjadi 30,21%.
Berdasarkan buku APBN KiTa edisi Februari 2020, terjadi peningkatan atas jumlah utang pemerintah bulan Januari 2020 dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp 4.498,56 triliun. "Peningkatan tersebut lebih disebabkan adanya peningkatan utang dari Surat Berharga Negara atau SBN dan pinjaman dalam negeri," tulis buku APBN KiTa seperti dikutip, Rabu (19/2).
Secara rinci, utang pemerintah terdiri dari 15,61% berupa pinjaman sebesar Rp 751,9 triliun dan SBN sebanyak 84,4% senilai Rp 4.065,65 triliun.
Adapun pinjaman terdiri atas pinjaman dalam negeri Rp 9,56 triliun, dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 751,90 triliun. Nominal pinjaman luar negeri menurun Rp 46,32 triliun dari Rp 788,86 triliun pada akhir Januari 2019 menjadi Rp 742,34 triliun pada akhir Januari 2020. Pinjaman luar negeri terbagi menjadi pinjaman bilateral Rp 289,07 triliun, multilateral Rp 414,86 triliun, serta commercial banks Rp 38,41 triliun.
(Baca: Belanja dan Penerimaan Negara Merosot, Defisit APBN Januari Rp 36 T )
Sedangkan SBN terdiri dari SBN domestik Rp 2.990,47 triliun dan SBN valuta asing Rp 1.075,19 triliun. Untuk SBN domestik terdiri atas Surat Utang Negara atau SUN sebesar Rp 2.455,15 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara sebesar Rp 535,31 triliun. Sedangkan SBN valuta asing terdiri dari Rp 867,52 triliun SUN dan Rp 207,66 triliun SBSN.
Saat ini pemerintah mengimplementasikan strategi frontloading dan oportunis dalam pembiayaan utang. Strategi tersebut dengan memanfaatkan kondisi pasar yang kondusif dan sentimen positif dari investor.
Kemenkeu juga mencatat defisit anggaran sebesar Rp 36,1 triliun pada Januari 2020. Untuk menutup defisit anggaran tersebut, pemerintah melakukan pembiayaan utang yang mencapai Rp 68,2 triliun, atau 19,4% dari target APBN hingga akhir Januari 2020.
"Pembiayaan utang Rp 68,2 triliun, tumbuh negatif 44,6% dibanding Januari 2019 Rp 123 triliun," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Rabu (19/2).
Pembiayaan utang tersebut terdiri dari realisasi SBN sebesar Rp 72,01 triliun, atau 18,5% target APBN, serta realisasi pinjaman sebesar negatif Rp 3,81 triliun, atau 10,2% dari target APBN.
Realisasi pinjaman berasal dari pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri Rp 3,81 triliun, sedangkan komponen pinjaman lainnya belum terealisasi. Artinya, pada Januari 2020 pemerintah belum menarik pinjaman baik dalam maupun luar negeri, serta tidak ada pinjaman dalan negeri yang jatuh tempo.
(Baca: Surat Utang Retail SBR009 Laku Rp 2,2 T, Terbanyak Dibeli Milenial)