Perjanjian penghindaran pajak berganda atau tax treaty yang baru saja dicapai Indonesia dengan Singapura tak hanya mengatur upaya penghindaran pajak. Kesepakatan baru ini juga memberikan kelonggaran tarif pajak royalti dan pajak atas laba bagi perusahaan Singapura yang beroperasi di Indonesia.
Lantas apa keuntungan kesepakatan tersebut bagi Indonesia?
Kepala Pusat Penerimaan Negara Badan Kebijakan Fiskal Rofyanto Kurniawan optimistis pelonggaran pajak yang diberikan pemerintah kepada perusahaan Singapura akan mampu mendorong investasi di Tanah Air. Harapannya, penerimaan pajak juga akan meningkat.
"Dengan adanya tarif yang turun dalam perjanjian ini, jadi semakin menarik untuk investor dan dia mendapat untung, kemudian membayar pajak," ujar Rofyanto dalam sebuah diskusi di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (7/2).
Melalui perjanjian baru tersebut, hambatan investasi antara Indonesia dengan Singapura yang selama ini dihadapi tak akan ada lagi. Adapun saat ini Singapura masih menjadi salah satu negara penyumbang terbesar investasi langsung di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM, Singapura menanam modal sebesar US$ 6,5 miliar atau 23,1% dari keseluruhan investasi pada tahun lalu. Investasi Singapura di Indonesia, lanjut ia, terkonsentrasi pada sektor manufaktur termasuk pertambangan, serta jasa keuangan.
(Baca: Detail Kesepakatan Baru Pajak Indonesia - Singapura)
Meski sudah diteken kedua negara, kesepakatan tersebut belum dapat diimplementasikan pada tahun ini. Masih dibutuhkan proses ratifikasi yang akan memakan waktu cukup lama. Masing-masing negara, baik Indonesia dan Singapura harus menyiapkan regulasi terkait perubahan kebijakan.
"Kami upayakan setelah 2020 segera diimplementasikan," ucap dia.
Sementara itu, Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu John Liberty Hutagaol menambahkan kesepakatan baru pajak tersebut juga bertujuan mencegah pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak.
"Kesepakatan ini juga bermanfaat untuk mendukung investasi dan perdagangan lintas negara," ujar John dalam diskusi yang sama.
Adapun dalam kesepakatan tersebut, pajak atas laba diturunkan dari 15% menjadi 10%. Sedangkan pajak royalti diturunkan menjadi 8% untuk peralatan dan pengalaman industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan dan 10% untuk royalti lainnya. Pajak royalti sebelumnya berlaku umum sebesar 15%.
(Baca: Pemerintah Pangkas Tarif Pajak Royalti Perusahaan Singapura)
Kedua negara juga memperluas cakupan pembebasan pajak untuk bunga yang semua hanya diterima oleh institusi pemerintah menjadi termasuk sovereign wealth fund dan anak usahanya. Lalu, pengecualian atas pernyataan terhadap sumber dana obligasi pemerintah yang semula diatur kini dihapus.
Klausul yang mengatur pengecualian untuk kontrak bagi hasil migas dengan syarat wajib pajak Singapura harus diperlakukan sama dengan wajib pajak negara lain juga dihapus. Sementara klausul terkait pajak dividen tak berubah yakni 10% untuk dividen yang berasal dari kepemilikan minimum 25% dan 15% untuk dividen lainnya.
Sementara pajak keuntungan atas penanaman modal atau capital gains yang semula tidak diatur, diubah menjadi diatur sesuai model Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD. Selain itu, terdapat klausul terkait transfer aset tidak langsung dan hak Indonesia untuk memajaki keuntungan dari pengalihan saham yang diperjualbelikan di Bursa Efek Indonesia.
Kemudian pengaturan pertukaran informasi perpajakan yang semula diatur berdasarkan model OECD 1977 diperbarui menggunakan model OECD 2017. Terakhir yang terpenting, klausul anti penghindaran pajak yang semula tak diatur kini diatur.