Dampak Virus Corona, S&P Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok

ANTARA FOTO/REUTERS/Jason Lee
Ilustrasi. S&P memperkirakan perekonomian Tiongkok baru akan pulih dari dampak wabah virus corona pada kuartal ketiga tahun ini.
Penulis: Agustiyanti
7/2/2020, 17.58 WIB

Lembaga pemeringkat global, Standard and Poors (S&P) menurunkan proyeksi pertumbuhan Tiongkok pada tahun ini dari sebelumnya 5,7% menjadi 5%. Wabah virus corona diperkirakan bakal membuat perekonomian Negara Tembok Raksasa ini melambat dari posisi tahun lalu sebesar 6,1%.

Kepala Ekonom S&P untuk Asia Pasifik Shaun Roache menjelaskan, wabah virus corona bakal memukul perekonomian Tiongkok. Dampaknya akan sangat terasa pada kuartal pertama tahun ini.

"Pemulihan akan terjadi pada kuartal ketiga tahun ini. Pertumbuhan setahun penuh akan turun menjadi 5%," ujar Roache dikutip dalam riset yang diterbitkan pada Jumat (7/2).

Terlepas dari ketidakpastian perkembangan wabah tersebut, proyeksi S&P dibuat dengan asumsi dasar bahwa krisis virus corona akan stabil secara global pada Maret 2020 dengan hampir tidak ada penyebaran baru pada April.

"Dengan asumsi ini, kami dapat mengambil langkah pertama untuk menilai dampaknya terhadap ekonomi Tiongkok. Tentu saja, virus memiliki jangkauan global dan akan ada efek umpan balik pada Tiongkok karena ekonomi lain menyesuaikan dan kondisi keuangan global bergeser," terang dia.

(Baca: Perusahaan AS Peringatkan Corona Ancam Bisnis Huawei hingga Samsung)

Namun, karena Tiongkok berada di pusat wabah dan ekonomi yang sangat besar, masuk akal untuk memperkirakan dampak global dari proyeksi perlambatan di Negara Panda itu.

Dikutip dari Reutes, virus corona telah menewaskan hampir 640 orang pada Jumat (7/2). Sedangkan jumlah kasus infeksi mencapai lebih dari 30 ribu orang dengan sebagian besar kasus di daratan Tiongkok. Virus tersebut juga sudah menyebar di sejumlah negara, seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.

S&P memperkirakan dampak potensial virus corona akan muncul dari bawah ke atas. Pengeluaran masyarakat yang menjadi penyumbang ekonomi Tiongkok akan menjadi salah satu komponen yang terdampak cukup signifikan.

Hal ini lantaran masyarakat saat ini menghindari ruang publik sehingga konsumsi secara otomatis akan menurun. Selain itu, para pekerja lepas yang dibayar per jam atau per hari akan terganggu pendapatannya sehingga berpengaruh pada pengeluaran mereka.

Beberapa data juga menunjukkan bahwa aktivitas konsumen sudah jauh lebih rendah, misalnya perjalanan domestik dengan kereta api dan udara. Perusahaan-perusahaan internasional yang beroperasi di Tiongkok yang yang meski tidak mewakili pengeluaran domestik melaporkan penutupan 10% hingga 50% dari outlet mereka.

Lembaga tersebut memperkirakan belanja barang dan jasa masyarakat di luar kebutuhan pokok akan menurun 10% dan memperlambat konsumsi rumah tangga pada kuartal pertama. Pertumbuhan konsumsi swasta bisa turun hampir 2% pada kuartal pertama di banding akhir tahun lalu.

Padahal, sebelum ada wabah virus corona, konsumsi tersebut diperkirakan dapat tumbuh 6%.

Adapun di sisi lain, konsumsi pemerintah yang meningkat lantaran pengeluaran yang besar guna mengatasi wabah tersebut akan mengimbangi penurunan tersebut.

(Baca: Isolasi Tiongkok & Risiko Kehilangan Pembelanja Terbesar Wisata Dunia)

Pengeluaran investasi juga akan terdampak dua sisi. Perusahahaan sulit melakukan stok persediaan karena wabah berasal dari pusat kota Wuhan yang merupakan pusat logistik, transportasi, dan produksi mobil. Pada saat yang sama, perusahaan cenderung menunda keputusan investasi baru karena fokus mengelola dampak jangka pendek.

Perdagangan juga dipastikan terpengaruh, meski sulit memprediksi dampaknya. Guncangan permintaan lebih besar dampaknya dari sisi Tiongkok dibandingkan mitradagang. Penurunan impor barang dan jasa diperkirakan lebih besar dibandingkan ekspor.

Namun, S&P memperkirakan ekonomi Tiongkok akan mulai pulih pada tahun depan seiring berakhirnya wabah tersebut. Lembaga tersebuut pun memperkirakan pertumbuhan sebesar 6,4%.

Pada tahun lalu, ekonomi Tiongkok sudah mengalami perlambatan meski belum ada dampak virus corona. Ekonomi Negara Panda ini tumbuh 6,1%, terendah sejak 1992 akibat perang tarif dagang dengan Amerika Serikat.

Namun di tengah meredanya dampak perang dagang lantaran ada kesepakatan dagang tahap I, wabah virus corona muncul pada bulan lalu.

(Baca: BI Sebut Wabah Virus Corona Sebabkan Rupiah Tertekan Selama Sepekan)

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai pertumbuhan ekonomi Tiongkok dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Setiap perlambatan ekonomi 1% hingga 2% di Tiongkok akan berdampak 0,1% hingga 0,3% terhadap ekonomi Indonesia. 

"Transmisi terhadap ekonomiitu bisa menurun 0,1%-0,3%," kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (6/2).

Kondisi tersebut dapat terjadi lantaran Tiongkok merupakan mitra dagang utama Indonesia. Tiongkok saat ini merupakan negara asal impor dan tujuan ekspor nonmigas terbesar Indonesia. Total ekspor ke negara tersebut pada tahun lalu mencapai US$ 25,85 miliar, sedangkan impor mencapai US$ 44,58 miliar.

Selain itu, Tiongkok merupakan investor kedua terbesar di Indonesia dengan nilai investasi tahun lalu US$ 4,7 miliar pada 2.130 proyek. Nilai investasi tersebut naik 99,6% dibanding tahun sebelumnya.

Pemerintah akan terus memantau kondisi di Tiongkok hingga akhir Februari 2020. Ini sejalan dengan langkah evaluasi yang akan dilakukan Negara Ekonomi Terbesar Kedua di Dunia itu terkait dengan wabah virus corona.

Reporter: Dimas Jarot Bayu